Tulisan inspirasi tentang hipnoterapi, hening, dan mental health.

19 Sep 2025

Stories : Katak Yang Bernyanyi Lagu Sedih

Suatu sore, Nina duduk di teras sambil menikmati suasana mendung. Angin bertiup kencang, lembap dan dingin. Suara batang pohon berderak diselingi gemerisik dedaunan di pohon. Kicau burung bersautan di langit seakan menyambut hujan yang sebentar lagi datang. Tengah asyik menikmati suasana itu, sayup-sayup telinga Nina menangkap suara katak dari taman yang ada di sisi depan rumahnya.

"Krook... krook... kwebek... kwebek...."

Nina tertegun. Rasanya sudah lama ia tidak mendengar suara katak sejelas itu. Entah apakah karena ia tinggal di komplek perumahan elit yang jarang ada tanaman dan semak-semak rimbun dan basah. Atau mungkin selama ini selalu ada katak yang datang setiap menjelang hujan, hanya saja Nina tidak pernah menyadari. Apapun itu, saat ini suara katak terdengar jelas sekali, bernyanyi dalam ritme yang teratur seakan-akan membawakan lagu sedih.

"Hh...," Nina menghela nafas panjang. Terakhir kali ia mendengar suara katak sejelas ini adalah ketika ia menginap berdua saja dengan ibunya di sebuah hotel di Bandung.

Sejak kecil, Nina hidup hanya berdua saja dengan ibunya. Ayahnya meninggal karena kecelakaan ketika ia masih di kandungan. Sejak melahirkan Nina, ibunya tidak lagi menikah. Ia hanya sibuk bekerja sebagai guru SD dan membesarkan Nina hingga lulus kuliah dan memiliki pekerjaan sendiri.

Bertahun-tahun kemudian, setelah bisa mengumpulkan cukup uang, Ibu mengajak Nina berlibur berdua ke Bandung dan menginap di hotel. Nina masih ingat, saat itu ia dan Ibu duduk di pinggir danau yang ada di sisi kamar hotel sambil memanggang sosis. 

Waktu sudah hampir tengah malam dan suasana sekitar hotel sangat sepi. Meski sudah larut dan udara sangat dingin, Nina dan Ibu masih asyik membolak-balik sosis di panggangan. Tidak lama kemudian, terdengar suara katak dari balik semak-semak yang ada di pinggir danau. Suaranya begitu jelas dan lantang, seakan-akan memanggil-manggil dari balik rerumputan.

"Hhm...," Ibu tersenyum. "Ibu jadi ingat waktu masih kecil dulu"

Nina tertarik. "Kenapa, Bu?" tanyanya sambil menggigit sosis yang masih panas.

"Dulu... sekali, waktu kecil, Ibu sering diajak Kakek mencari katak di sawah untuk umpan memancing lele," cerita Ibu ,"biasanya Ibu dan Kakek pergi malam-malam, karena katak lebih mudah ditemukan malam hari." Nina mengangguk-angguk, ia teringat rumah kakeknya dengan sawah yang luas.

"Pernah suatu ketika, Ibu nggak mau diajak Kakek mencari katak. Gara-garanya, siang itu Ibu habis menangis karena berkelahi sama teman sekelas," lanjut Ibu lagi. "Ibu ngambek seharian, kesal karena diledek teman gara-gara pakai tas jelek. 'Males ah, nggak mau cari katak!' teriak Ibu ke Kakek."

"Kakek yang sudah seharian coba menghibur, nggak ngomong apa-apa. Cuma tersenyum saja sambil terus menyiapkan tas untuk menyimpan katak. Lalu, sambil memberikan tas itu ke Ibu, Kakek mengatakan sesuatu yang selalu Ibu ingat sampai sekarang ,'Kadang, kita boleh berhenti sedih dulu sebentar dan melakukan hal yang membuat kita gembira. Nggak apa-apa kalau nanti sedih lagi, tapi selalu ingat dalam hidup itu isinya bukan cuma kesedihan," lanjut Ibu lagi.

Ibu berhenti cerita dan menghela nafas. Nina mengusap tangan Ibu lembut ,"Ibu kangen Kakek, ya?" Ibu hanya mengangguk sambil tersenyum. 

Suara katak di pinggir danau di samping kamar hotel kembali terdengar. Semakin lama suaranya semakin surut dan menghilang. Malam semakin larut; udara semakin dingin. Namun ditemani Ibu sambil makan sosis bakar, yang Nina rasakan saat itu hanyalah kehangatan.

Kini, di teras depan rumahnya yang nyaman, Nina duduk menikmati sore yang mendung. Memperhatikan langit yang berubah warna dengan cepat dari kuning suram ke abu-abu gelap. Nyanyian katak yang terbawa angin pun terdengar kian sayup dan menghilang. 

Setetes air hujan turun dan hinggap di punggung tangan Nina. Ia tersentak. Sudah sekian menit berlalu sejak ia membubuhkan tanda tangan di berkas perceraian yang dikirim suaminya. Terburu-buru, ia merapikan berkas-berkas yang ada di kursi di sampingnya dan berdiri. Sebelum masuk ke dalam rumah, disapunya pandangan ke taman kecil yang ada di sisi depan rumahnya. Sebuah senyum samar tergambar di wajahnya; jauh di dalam hati ia paham kini bahwa seperti katak yang muncul ketika cuaca lembap dan gelap, kekuatan hati juga bisa muncul di saat-saat paling gelap.

Share:

16 Sep 2025

Workshop Abundance dan Sedona Method


Saya sedang mengikuti kelas pelatihan online menarik kelimpahan (Abundance Workshop) selama 7 hari. Kelas ini terdiri dari dua buah webinar Zoom yang diisi dua pembicara dan tujuh hari pembelajaran online via Whatsapp chat.

Dalam Zoom semalam, dibahas tentang Abundance (Kelimpahan) yang didalamnya dimasukkan Sedona Method sebagai alat mencapai kelimpahan yang diinginkan (termanifestasi). 

Dalam teori Law of Abundance, diyakini bahwa hidup ini penuh dengan kelimpahan baik cinta, kesehatan, rezeki, maupun peluang. Namun, banyak orang tidak bisa “mengakses” kelimpahan itu karena terhalang oleh emosi yang tertahan : rasa takut, marah, kurang percaya diri, merasa tidak layak, atau bahkan keterikatan berlebihan pada sesuatu yang sudah dimiliki. 

Nah, di sinilah Sedona Method masuk untuk membersihkan blok emosional, melepaskan keterikatan pada hasil, kembali ke keadaan alami: cinta & damai, dan menguatkan rasa layak menerima. Dengan melepaskan emosi negatif seperti takut gagal, iri, atau rasa bersalah, kita menciptakan ruang batin yang lebih lapang. Ruang kosong inilah yang bisa “diisi” oleh kelimpahan.

Apa itu Sedona Method?

Sedona Method dikembangkan oleh Lester Levenson, seorang fisikawan Amerika, pada tahun 1952 setelah ia mengalami krisis kesehatan serius. Dalam proses pencariannya, ia menemukan bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari luar diri, melainkan dari kemampuan untuk melepaskan keterikatan emosional.

Teknik ini kemudian disusun menjadi metode praktis oleh murid-muridnya, salah satunya Hale Dwoskin, sehingga bisa dipelajari banyak orang di seluruh dunia.

Prinsip Dasar

Emosi muncul secara alami, tetapi sering kali kita mengidentifikasi diri dengannya atau merasa harus mengendalikannya. Sedona Method mengajarkan bahwa:

  • Kita bukanlah emosi kita.
  • Dengan melepaskan, kita kembali pada keadaan alami yang tenang, bebas, dan penuh kasih.
  • Setiap emosi bisa dilepaskan.

Empat Pertanyaan Inti Sedona Method

Prosesnya sangat sederhana, hanya dengan empat pertanyaan berikut:

  1. Apa yang sedang aku rasakan sekarang? Sadari dan akui emosi yang hadir tanpa menghakimi.
  2. Bisakah aku membiarkan perasaan ini ada? Bukannya menolak, kita memberi izin pada emosi untuk hadir sejenak.
  3. Bisakah aku melepaskan perasaan ini? Pertanyaan ini membuka kemungkinan untuk melepas genggaman kita pada emosi.
  4. Maukah aku melepaskannya? Kapan? Pertanyaan ini menekankan kebebasan memilih. Kita bisa melepaskannya sekarang, atau nanti, atau tidak sama sekali.

Dengan mengulang pertanyaan ini secara lembut, emosi perlahan mencair, hilang, atau berubah menjadi lebih ringan.

Apa yang Dilepaskan?

Dalam Sedona Method, bukan hanya emosi negatif yang dilepaskan, tapi juga emosi positif. Alasannya: keterikatan pada rasa bahagia pun bisa menciptakan ketergantungan dan penderitaan saat bentuknya berubah atau hilang.

Tujuan utamanya adalah kebebasan batin:

  • bebas dari keterikatan,
  • bebas dari rasa terikat pada sesuatu yang sementara,
  • kembali pada keadaan alami berupa kedamaian dan cinta tanpa syarat

Manfaat Sedona Method

Banyak praktisi melaporkan manfaat seperti:

  • Banyak praktisi melaporkan manfaat seperti:
  • Lebih tenang menghadapi masalah.
  • Berkurangnya stres, cemas, dan rasa takut.
  • Hubungan lebih sehat.
  • Lebih mudah merasakan syukur dan kebahagiaan.
  • Perasaan lapang dan bebas tanpa beban.

Jadi, kalau Law of Abundance bicara tentang “hidup sudah penuh kelimpahan, tinggal selaras dengannya”, maka Sedona Method adalah alat praktis untuk membersihkan hambatan internal agar kita bisa benar-benar merasakan dan menghidupi kelimpahan itu. Lebih detil tentang Sedona Method saya tulis di bawah. 

Di satu sisi, Law of Abundance dan Sedona Method tampak begitu indah: meyakinkan bahwa hidup penuh kelimpahan dan kita hanya perlu melepaskan emosi yang menahan diri untuk menerimanya. Namun di sisi lain, saya pribadi justru sering merasa bertabrakan di hati ketika mencoba mempraktikkan Sedona Method versi aslinya.

Mengapa? Karena dalam praktiknya, bukan hanya emosi negatif yang diajak untuk dilepaskan, tetapi juga emosi positif termasuk rasa syukur. Di sinilah saya mulai merasa sulit melanjutkannya. Bagi saya, rasa syukur bukan sesuatu yang bisa dilepaskan begitu saja, sebab dalam ajaran Islam, Allah justru memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur.

Konflik batin inilah yang kemudian membuat saya mencari jalan lain: bagaimana melepaskan emosi dengan ikhlas tanpa harus meninggalkan rasa syukur kepada Allah. Untuk membacanya, saya menuliskan di post yang lain.

 

Share:

8 Sep 2025

Stories : Ketika Intuisi Menyelamatkan Saya


Ada sebuah kejadian yang sampai hari ini masih terasa jelas dalam ingatan saya. Kejadian ini bukan sekadar cerita mistis dalam arti “menyeramkan”, melainkan pengalaman yang membuka kesadaran saya bahwa manusia diciptakan Tuhan dengan perangkat super canggih: intuisi.

Suasana Kosan di Dago

Saat kuliah di Bandung, saya tinggal di sebuah rumah kos khusus perempuan di daerah Dago. Bangunannya cukup luas, terdiri dari deretan kamar di bagian atas dan bawah. Kamar saya berada di bagian atas sebelah pojok, dekat pintu yang menghubungkan kedua deretan atas dan bawah.

Di pojok itu, selain kamar saya ada dua kamar lain yang menghimpit di sebelah kiri dan kanan. Di ujung kamar sebelah kanan, ada sebuah belokan tajam dan sempit. Kalau ada orang yang berdiri di balik belokan itu, ia tidak akan terlihat sampai benar-benar keluar. Karena itu, para penghuni kos sering hampir “tabrakan” ketika melewati belokan tersebut bersamaan.

Biasanya, saya sering berhenti sebentar di belokan itu menjelang subuh. Dari sana, saya bisa melongok ke bawah tembok kos dan melihat ke jalan setapak, deretan rumah penduduk di sisi jalan, dan sebuah pohon besar yang tumbuh rimbun dan tinggi. Saat itu menjadi momen favorit saya untuk sekadar menghirup udara segar dan menikmati keheningan dini hari.

Malam Itu yang Berbeda

Suatu malam, sekitar pukul tiga lewat, saya bangun untuk berwudhu dan menunaikan shalat tahajud. Selesai dari kamar mandi, seperti biasa saya berniat berhenti sebentar dan menikmati suasana pagi sudut belokan itu. Tapi entah kenapa, ada rasa yang aneh dalam tubuh saya.

Kaki saya seperti menolak melangkah. Dada saya terasa berat. Telinga saya menangkap suara gemerisik pelan yang tidak biasa. Ada dorongan kuat dari dalam diri saya untuk tidak meneruskan langkah. Tanpa berpikir panjang, saya buru-buru masuk kembali ke kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.

Tidak lama kemudian, terdengar suara-suara aneh dari luar kamar. Saya berdiam diri, berdoa dalam hati, menunggu sampai suasana benar-benar tenang. Saya tidak berani keluar karena hanya seorang diri di kamar, sedangkan penghuni kamar lain masih terlelap.

Keesokan Paginya

Pagi harinya, suasana kos heboh. Ternyata malam itu ada pencuri masuk. Beberapa sepatu yang diletakkan di depan kamar dan pakaian yang dijemur raib diambil orang.

Saya langsung tertegun. Kalau saja saya tetap mengikuti kebiasaan berhenti di belokan itu, besar kemungkinan saya akan berhadapan langsung dengan pencurinya. Bisa saja ia panik karena ketahuan, dan saya tidak bisa membayangkan apa yang mungkin terjadi.

Refleksi : Intuisi Sebagai Perangkat Ilahi

Sejak kejadian itu, saya makin yakin bahwa manusia diciptakan dengan perangkat luar biasa yang sering kita sebut “intuisi”. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan logika, tapi bekerja melampaui akal.

Pertanyaan-pertanyaan sempat muncul:

  • Mengapa saat itu saya merasa tidak enak?

  • Siapa yang “menahan” langkah saya?

  • Mengapa saya langsung memutuskan masuk ke kamar?

Jawabannya tidak bisa dijelaskan dengan nalar biasa. Meski sedih atas apa yang menimpa teman-teman yang kehilangan barangnya, terselip sedikit syukur karena saat itu saya mendengarkan “rasa” yang muncul dan ternyata menyelamatkan saya. Rasa atau intuisi itulah, yang mencegah saya melangkah dan mendorong saya berlindung, tanpa tahu memberi tahu alasan kenapa saya harus melakukannya. Baru setelah semua selesailah saya bisa memahami maknanya.

Pelajaran yang saya ambil

Pengalaman di pagi itu mengajarkan saya untuk mulai percaya pada rasa yang muncul di diri saya. Apa yang disampaikan oleh tubuh dan hati, dorongan untuk melakukan sesuatu sekalipun hal itu asing dan belum pernah sama sekali dilakukan, bisa jadi membawa petunjuk dari-Nya. 

Saya pun belajar bahwa bila kita peka dan mengizinkan, intuisi bisa menjadi kompas dalam hidup. Seperti cerita hidup saya selanjutnya; dimulai dari sebuah pelatihan hipnoterapi, intuisi membawa saya kini menjadi seorang terapis. Menemukan jalan saya dalam keheningan dan menemani orang lain menemukan ketenangan batin mereka sendiri.

Share:

6 Sep 2025

Mengenal Self-Worth - Rasa Berharga Diri

Banyak orang dewasa berjalan di dunia dengan perasaan “tidak cukup”. Tidak cukup pintar, tidak cukup cantik, tidak cukup kaya, tidak cukup berharga. Perasaan ini membuat mereka terus mengejar pengakuan, pencapaian, atau materi, berharap suatu saat ada yang bisa menambal kekosongan itu. Namun, seberapa pun banyaknya yang dikumpulkan, hati tetap merasa hampa.

Di sisi lain, ada orang yang hidup sederhana bahkan mungkin bekerja sebagai penyapu jalan, tetapi memancarkan ketenangan dan rasa syukur yang mendalam. Rahasianya terletak pada satu hal : self-worth, atau rasa berharga dari dalam diri.

Dari Mana Rasa Tidak Berharga Itu Berasal?

Sering kali akar dari rendahnya rasa berharga diri terletak pada trauma masa kecil. Mungkin dulu kita pernah dipandang remeh atau dibanding-bandingkan dengan saudara atau teman, dilarang mengekspresikan emosi karena dianggap nakal atau tidak sopan, mendapat cinta yang bersyarat seperti disayang hanya kalau berprestasi, atau mengalami penolakan, pengabaian, atau bahkan kekerasan fisik maupun verbal.

Semua pengalaman ini terekam kuat di alam bawah sadar dan sebagai anak kecil, kita dengan polos menyimpulkan hal-hal tersebut sebagai tanda tidak disayang, tidak layak dicintai, harus terus berusaha keras agar diterima, dan tentunya 'Aku tidak cukup baik (berharga)'.

Keyakinan yang terbentuk sejak kecil inilah yang terbawa hingga dewasa dan mewarnai cara kita bekerja, berhubungan, bahkan cara kita memandang diri sendiri.

Self-Worth Tidak Bisa Dibeli

Hal yang menakjubkan adalah rasa berharga diri, sesungguhnya, tidak dapat dibeli atau didapat dari luar.

Banyak orang yang mencoba menutupi luka rasa berharga diri dengan pencapaian. Mereka terus belajar, bekerja, berkompetisi, mengumpulkan uang, membeli barang-barang mewah demi membuktikan pada dunia bahwa mereka berharga. Tetapi pada akhirnya, mereka tetap merasa kurang. Inilah mengapa seorang milyuner pun bisa lebih rapuh secara emosional daripada seorang pekerja sederhana yang tahu bahwa dirinya berharga tanpa syarat. 

Menyadari dan Menyembuhkan

Untuk bisa meraih rasa berharga diri, kita perlu terlebih dahulu menyadari akar luka masa kecil yang membentuk keyakinan negatif tentang diri kita. Tanpa kesadaran ini, kita hanya akan menambal permukaan tanpa benar-benar menyentuh sumbernya.

Kesadaran bisa lahir lewat refleksi, terapi, meditasi, atau sekadar berani jujur pada diri sendiri untuk pertanyaan-pertanyaan seperti :

  • “Mengapa aku selalu merasa tidak cukup?”
  • “Apa yang dulu terjadi, yang membuatku sulit percaya pada nilai diriku?”
  • “Suara siapa yang sebenarnya kudengar di dalam kepalaku?”

Ketika luka-luka itu mulai terlihat, kita bisa mendekatinya dengan kelembutan dan kasih. Menyadari bahwa saat kecil, kita hanyalah anak polos yang ingin dicintai. Bahwa saat itu kita tidak salah, tidak kurang, tidak rusak; kita hanya terluka.

Menemukan Self-Worth Sejati

Rasa berharga diri yang sejati lahir ketika kita bisa menerima diri apa adanya. Bahwa kita layak dicintai, diterima, dan berharga bukan karena prestasi atau peran sosial, tapi semata-mata karena kita ada.

Dari sinilah kita berhenti mencari validasi berlebihan dari luar. Kita tidak lagi mengukur nilai diri dengan harta, jabatan, atau pengakuan orang lain. Kita menjadi lebih damai, lebih tenang, dan lebih penuh kasih baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Hipnoterapi & Terapi Hening

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk bisa mulai menyentuh akar luka dari kecil dan menumbuhkan rasa berharga diri adalah dengan hipnoterapi dan terapi hening.

Dengan hipnoterapi, kita akan dibimbing untuk menemui diri kecil kembali dan memberikan cinta, kasih sayang, dan perhatian yang ia butuhkan. Sedangkan melalui terapi hening, kita akan mengizinkan tubuh untuk mulai melepaskan beban ketegangan yang ia bawa sejak kecil. Memberi waktu sejenak untuk tubuh merasakan lagi kelegaan dan kenyamanan, sehingga ia bisa menyadari bahwa tidak ada hal yang salah dengan dirinya di waktu kecil. Dari sanalah nanti, kita akan mulai bisa menyusun fondasi rasa berharga diri yang kuat.

Sebagai penutup, di bawah ini adalah sebuah afirmasi yang bisa rutin Anda ucapkan untuk menumbuhkan rasa berharga diri. Ucapkan kata-kata ini sesering Anda bisa di manapun, kapanpun, dan rasakan self-worth tumbuh semakin kuat dan dalam.

“Aku cukup. Aku berharga. Aku layak dicintai.” 

Share:

4 Sep 2025

Mengenali Pola Karakter Narsistik (1)

Kita sering mendengar istilah narsistik dan langsung mengaitkannya dengan Narcissistic Personality Disorder (NPD). Padahal, NPD adalah diagnosis klinis yang kompleks, yang hanya bisa ditegakkan oleh tenaga profesional lewat observasi mendalam, wawancara, serta pertimbangan klinis yang matang. 

Tulisan ini tidak sedang membicarakan diagnosis NPD, melainkan mengajak kita menengok sisi-sisi narsistik sebagai sifat atau perilaku yang mungkin muncul dalam diri seseorang, bahkan dalam diri kita sendiri, tanpa harus masuk ke ranah gangguan mental. 

Sama halnya ketika kita menyebut seseorang rendah hati, sabar, atau mudah marah. Itu bukan label medis, melainkan deskripsi tentang perilaku yang bisa kita amati dalam keseharian. Kalau kata “narsistik” masih terasa berat, kamu bisa menggantinya dengan istilah lain yang lebih familiar : toxic, mengganggu, atau sekadar “pola perilaku yang tidak sehat.” 

Mengapa Penting Membicarakan Karakter Ini? 

Karena pola-pola narsistik sangat memengaruhi kualitas hubungan. Seringkali, orang dengan kecenderungan ini menciptakan dinamika yang melelahkan : ada yang selalu dijadikan kambing hitam, ada yang jadi penengah, ada pula yang dibuat meragukan dirinya sendiri. 

Kita tidak membicarakannya untuk menghakimi, melainkan untuk belajar mengenali pola. Dengan begitu, kita bisa lebih sadar saat mengalaminya, sekaligus tahu cara menjaga batas (boundaries) agar energi emosional kita tidak terus terkuras. 

Beberapa Pola yang Sering Muncul : 

1. Feeling entitled (merasa berhak) 

Orang dengan karakter ini sering merasa berhak atas apa pun : menyerobot antrean, berhak mendapat pelayanan lebih baik, mengambil sesuatu yang bukan haknya, bahkan menjelek-jelekkan orang lain. Rasanya seperti ada “hak istimewa” yang melekat, meski sebenarnya tidak ada. 

2. Manipulatif 

Cenderung senang memanipulasi situasi, kondisi, atau emosi orang lain demi kepentingan pribadi. Misalnya, membuat orang merasa tidak enak hati sehingga akhirnya menuruti keinginannya. Pernahkah kamu bertemu orang yang seperti ini? 

3. Projecting atau melampiaskan 

Kesal pada atasan di kantor, pasangan atau anak jadi sasaran. Marah pada teman, emosi dilepaskan dengan ngebut di jalan dan membahayakan orang lain. Tidak nyaman dengan seseorang tapi tak bisa mengungkapkan langsung, melampiaskan pada pihak yang dianggap lebih lemah. 

4. Sulit merasakan empati

Orang dengan karakteristik narsistik sulit sekali bisa berempati tulus pada orang lain karena selalu menggunakan dirinya sebagai standar kenyamanan. Akibatnya, mereka sulit untuk bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memahami sudut pandang orang lain. Sebaliknya, mereka berharap orang lain untuk bisa memahami dan mengerti dirinya. 

Bagaimana Kita Menyikapinya? 

Idealnya, setiap orang mampu meregulasi emosinya sendiri. Saat marah, sedih, takut, atau kecewa, cara sehatnya adalah mengungkapkan dengan asertif, mencari dukungan, atau menenangkan diri. Bukan dengan melibatkan pihak ketiga, memanipulasi, atau menjadikan orang lain wadah pelampiasan. Sayangnya, dalam praktiknya, tidak semua orang mampu. Di sinilah kita sering terluka. 

Kalau membaca tulisan ini membuatmu teringat pada seseorang, atau mungkin menyadari ada pola serupa dalam dirimu, jangan terburu-buru menghakimi. Kita tidak bisa mengubah orang lain dengan paksa. Yang bisa kita lakukan adalah : mengenali polanya, melindungi diri dengan batas sehat (boundaries), dan memilih respons yang lebih bijak

Pola karakter narsistik lain akan saya bahas di tulisan yang lainnya.

Share:

2 Sep 2025

Tangan Yang Menyembuhkan

 

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menulis dua buah post di blog ini yang berjudul 'Hands that heal' (tangan yang menyembuhkan). Hanya saja, waktu itu saya lebih banyak membahas kedua tangan saya.

Sejak kecil, saya senang berkreasi dengan tangan saya; mulai dari menggambar, menulis, membuat berbagai macam prakarya. Tapi, ada kalanya saya menikmati kondisi diam untuk membaca dan berimajinasi, atau hanya duduk diam menikmati keheningan alam. Karena sangat senang berkreasi dengan tangan, saya sering berkhayal memiliki tangan 'ajaib' yang bisa menyembuhkan. Menyembuhkan apa? Rasa bosan, jenuh, sedih, dan lain sebagainya yang khas dimiliki seorang anak kecil. Tapi kini, ketika saya berbicara tentang Tangan Yang Menyembuhkan, saya berbicara mengenai aspek-aspek pemulihan yang sesungguhnya.

Memangnya tangan bisa menyembuhkan?

Ya, bisa. Tapi, izinkan saya koreksi dulu sedikit. Yang menyembuhkan adalah Tuhan, Allah SWT, penguasa langit dan bumi. Kedua tangan ini hanyalah sarana. Namun, bila kita mau membuka diri, bersedia, dan mengizinkan, tangan kita bisa menjadi alat-Nya untuk menyembuhkan. 

Dari berbagai macam literatur, ditemukan praktik-praktik penggunaan tangan untuk menyembuhkan sudah berlangsung sejak lama. Bila saya intisarikan bisa dibuat daftar sebagai berikut :

  • Di Indonesia dan beberapa negara, praktik pijat diyakini berfungsi melancarkan peredaran darah, melunakkan otot yang tegang, bahkan memperbaiki posisi bagian tubuh tertentu.  
  • Di Tiongkok, ahli Kungfu dan Qigong meyakini tangan bisa menyalurkan 'Chi' yaitu energi kehidupan yang mengalir di dalam tubuh, dari satu manusia ke manusia lainnya melalui tangan.
  • Di kebudayaan India, para praktisi Yoga dan Ayurveda (praktik kesehatan holistik), menggunakan tangan untuk menyelaraskan 'Prana' energi kehidupan yang memiliki peran vital dalam kesehatan fisik dan mental.
  • Di Jepang, mereka yang mempraktikkan Reiki menganggap tangan adalah sarana untuk menyalurkan energi penyembuhan yang berasal dari alam semesta, ke dalam tubuh manusia.
  • Di Indonesia juga, selain pijat tangan juga digunakan sebagai media penyembuhan dengan cara totok atau penyaluran tenaga dalam. Diyakini, ketika terapis atau ahli meletakkan tangan di tubuh seseorang lalu terasa hangat atau dingin, maka saat itu tenaga dalam mengalir dari dari terapis ke klien atau sebaliknya.

Tidak hanya dari sisi budaya, ternyata tangan yang menyembuhkan pun ada sejarahnya dari sisi agama. Dari beberapa riwayat, Rasulullah dikisahkan meletakkan tangannya pada orang yang sakit dan mendoakannya untuk kesembuhan. Di agama Kristen pun terdapat praktik laying of hands, di mana pemuka agama meletakkan tangan di pengikutnya yang tengah sakit dengan tujuan penyembuhan. Sementara itu, di agama Buddha pemuka agama bermeditasi sambil menyentuh orang yang sakit dengan tangannya, menyalurkan energi cinta kasih dan energi kesembuhan. 

Dari berbagai kisah dan riwayat itu, saya mengambil kesimpulan bahwa tangan manusia memang bisa menyembuhkan, bukan dengan makna sumber kesembuhan itu sendiri namun sebagai alat atau sarana yang membantu penyembuhan.

Bagaimana tangan bisa menjadi alat untuk membantu penyembuhan?

  • Pijatan : tangan yang terlatih dan memiliki kekuatan yang pas bisa memijat tubuh, memperbaiki posisi urat, melunakkan otot yang tegang dan kaku. Pijatan juga bisa membantu melancarkan sirkulasi darah dan getah bening sehingga tubuh menjadi lebih sehat.
  • Totok : tangan juga bisa digunakan untuk menekan titik-titik tertentu di tubuh yang diyakini sebagai saluran energi kehidupan. Dengan tekanan yang tepat, saluran yang tadinya terhambat bisa terbuka dan energi kehidupan mengalir dengan lancar.
  • Sentuhan : tangan bisa menyalurkan energi kehidupan tadi dari satu orang ke orang lainya. Di beberapa budaya energi ini disebut tenaga dalam, chi, ki, atau prana. Dengan disentuh, seseorang bisa merasakan rasa panas, dingin, atau kesemutan yang menandakan energi tersebut mengalir.
  • Kehadiran : meski tanpa pijat, totok, maupun sentuhan, sapuan lembut di atas tubuh yang menandakan kehadiran pun bisa membantu kesembuhan terjadi. Khusus tentang ini akan saya bahas panjang lebar di tulisan berikutnya : Kehadiran yang menyembuhkan.

Menarik sekali ya? Tangan, dengan bentuk dan posisinya di tubuh, ternyata bisa membawa banyak manfaat kesembuhan. Selain bukti-bukti empiris seperti kesaksian, pernyataan klien dll, berbagai penelitian ilmiah pun menunjukkan hal yang mendukung, salah satunya bagaimana pijatan bisa menurunkan level hormon stres dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Lebih jauh tentang hal ini akan saya bahas di tulisan selanjutnya : Bukti Ilmiah Pendukung Kesembuhan Dengan Tangan.

Lalu, bagaimana cara agar tangan kita dapat membantu menyembuhkan? 

Yang pertama tentu saja berlatih. Latih keluwesan dan kekuatan fisik tangan bila kita ingin menggunakannya untuk memijat dan menotok. Tidak kalah penting meningkatkan pemahaman tentang  fisiologi tubuh sekaligus penyembuhan holistik yang melibatkan energi kehidupan, karena keduanya sangat berhubungan erat. 

Aspek energi kehidupan (chi, ki, prana) memang belum sepenuhya dapat dibuktikan secara ilmiah, namun kita bisa melihat keterkaitannya dengan fungsi-fungsi organ tubuh secara fisik. Misalnya,  lambung secara fisiologis berfungsi dalam proses. Ketika lambung terganggu, kualitas hidup seseorang akan menurun karena muncul rasa nyeri, panas, mual, dan keluhan lainnya. Dari sudut pandang energi, lambung diyakini sebagai pusat yang menyimpan energi keberanian. Bila energi ini terhambat atau terganggu, responnya akan terlihat secara emosional dan juga fisik.

Bila kita telah cukup melatih diri, tangan dapat mulai menjadi media penyembuhan baik untuk diri sendiri maupun orang-orang terdekat. Seiring waktu dan konsistensi berlatih, kemampuan kita pun akan semakin terasah. Bukan hanya teknik yang berkembang, tetapi juga kepekaan hati, niat, dan energi yang kita bawa melalui setiap sentuhan. Dari situlah kekuatan sejati tangan yang menyembuhkan akan semakin nyata.
Share:

1 Sep 2025

Menemukan Kepribadian Diri Sejati


Setelah belajar sedikit demi sedikit mengenai psikologi, trauma masa kecil, dan kepribadian, pandangan saya mengenai kepribadian seseorang mulai berubah. Kini, sebelum menilai kepribadian seseorang, saya harus mengetahui dulu kehidupannya termasuk masa kecilnya, tipe pengasuhan orangtua, dan interaksinya dengan sesama orang dewasa.
 
Seringkali, yang dilihat sebagai kepribadian seseorang itu bukan yang sebenarnya melainkan bentuk survivalnya. Apalagi bila orang tersebut lahir dan besar di lingkungan yang traumatis, yang membuatnya ketika dewasa terbiasa dan bertahan hidup dengan cara-cara survivalnya ketika kecil.
 
Orang yang terlihat pemalu, pendiam, penurut, ramah, dsb bisa jadi bukan kepribadian aslinya tapi karena hal-hal berikut ini :
  • Tidak diijinkan untuk mengekspresikan dirinya sendiri ketika kecil.
  • Tidak dihargai saat memiliki pendapat yang berbeda dengan pengasuh atau lingkungannya.
  • Tidak pernah diajarkan untuk membela diri dan keyakinannya sendiri.
  • Sering dipermalukan atau dimarahi ketika memiliki keinginan sendiri.
Akibatnya, ia tumbuh sebagai orang dewasa yang memiliki yang dikenal ramah, selalu membantu orang lain, terbuka pada orang lain, penurut, tidak banyak menuntut. Sifat lain yang mungkin dimiliki adalah pasif, sulit fokus, sukar konsentrasi dll. Bentuk survivalnya adalah Fawn & Freeze.
 
Begitupun sebaliknya, orang yang terlihat selalu bersemangat, high achievement, tidak mudah menyerah, blak-blakan, tegas, dsb bisa jadi mereka yang ketika kecil tumbuh dalam lingkungan seperti ini :
  • Orangtua/ pengasuh lalai atau sibuk dengan dirinya sendiri sehingga anak merasa harus mengambil tanggung jawab atas diri dan keluarganya.
  • Hanya mengapresiasi anak pada pencapaian yang sifatnya material seperti; kecantikan/ ketampanan, nilai sekolah yang baik, dll dan kurang mengapresiasi nilai-nilai non material.
  • Tidak mengijinkan anak mengekspresikan dirinya sendiri dan harus sejalan dengan apa yang menjadi keyakinan orangtua/ pengasuh.
Akibatnya, ia akan tumbuh menjadi orang dewasa yang selalu sibuk akan pencapaian tertentu sekalipun sampai mengorbankan diri dan keluarganya. Apabila orang di sekitarnya tidak mendukung, ia akan marah, kecewa, dan menuntut. Orang akan menilai ia pekerja keras tapi juga egois, high achievement tapi di saat yang sama lalai akan hal penting lainnya. Bentuk survivalnya adalah Fight & flight.
 
Menurut saya, sangat penting untuk menilai kepribadian seseorang saat ia ada dalam lingkungan yang 'aman'. Aman dari trauma masa kecil yang belum sembuh, maupun dari lingkungan saat ini. Seseorang hanya akan terlihat diri sejatinya bila ia berada di tempat yang aman baik secara fisik, mental, atau emosional. Di tempat ini pula ia bisa mengembangkan potensi maksimalnya sesuai dengan temperamen yang telah dititipkan Tuhan atasnya. Seperti bunga, seseorang yang mulai beranjak dan meninggalkan trauma masa lalunya akan mekar dari kuncup dan memperlihatkan mahkota terindahnya.
 
Saya sudah melihat hal ini beberapa kali. Seseorang yang selama hidupnya dikenal sebagai orang yang ramah, penolong, penurut, senang menghibur orang lain, begitu menyadari ia memiliki trauma masa kecil dan belajar untuk menyembuhkannya, berubah menjadi orang yang tegas, asertif, mendahulukan diri sendiri, dan sangat sadar akan prioritas.
 
Orang yang meyakini dirinya tidak punya 'suara', pendiam, pasif, bodoh, berubah menjadi orang yang menghargai suaranya sendiri, mudah menyerap informasi dan belajar, berani membela dirinya sendiri. Atau ia yang selalu menjadi korban bully berubah menjadi pembela dirinya sendiri dan teman-teman di depan guru yang membully. 
 
Saya yakin ada banyak sekali cerita di luar sana dari mereka yang sudah menyadari bahwa dirinya bukanlah traumanya. Mereka berani menerima kenyataan ada periode yang tidak ideal dalam hidupnya, memaafkan mereka yang memberi trauma tersebut, dan aktif mengambil alih kehidupan mereka sendiri selanjutnya. Terima bahwa kamu telah melalui masa-masa yang traumatis dan bertanggungjawablah atas diri kamu sendiri sejak saat ini.

Share:

Di Mataku, Aku Cantik

Gadis Cantik

Sejak kecil hingga dewasa, Mama sangat jarang memuji saya cantik. Sekalipun saya anak perempuan pertama dari tiga orang anak perempuannya, saya hampir tidak pernah mendengar Mama memuji fisik saya sekalipun. Saya lahir dengan kulit cenderung gelap dan wajah bulat, berbeda dengan Mama dan kedua adik perempuan saya yang berkulit terang dan salah satunya berwajah tirus. Wajah saya lebih mirip dengan Oma, ibu dari Papa, yang juga berwajah bulat dan berkulit kuning langsat. Tubuh saya tidak pendek tapi juga tidak tinggi, dan dengan kombinasi wajah yang bulat membuat saya lebih terlihat 'chubby' daripada langsing.

Saya ingat ketika remaja seringkali merasa kesal karena Mama berulang kali menyuruh saya memakai bedak, terutama ketika kami hendak pergi ke acara pernikahan atau pertemuan keluarga. Alasan Mama adalah agar saya terlihat lebih 'putih', ya, putih. Wajar saya merasa kesal; kulit saya kecoklatan sawo matang namun harus terlihat putih. Alhasil saya sering marah dan mengamuk karena merasa dibedakan. Saat itu, seperti biasa Mama hanya diam dan tidak bereaksi atas kekesalan saya. Hingga akhirnya saya mengalah, membubuhi muka dengan bedak sambil memendam rasa sedih.

Ketika pertemuan dengan keluarga besar, saya sering jadi bahan bercandaan anggota keluarga lainnya. Mereka membanding-bandingkan fisik saya yang hampir 180 derajat berbeda dengan Mama dan menakut-nakuti saya. Mereka bilang Mama dan Papa tidak sayang pada saya karena saya 'beda'. Satu-satunya yang berkesan dan selalu teringat hingga kini adalah ketika Papa membela saya dan berkata ,"Biarin ya, Teh, biar item juga tetap anak Papa." Itu kalimat yang Papa ucapkan ketika saya masih SD dan diolok-olok keluarga yang lain. Kalimat itu satu-satunya yang membuat saya merasa terlindungi dan punya sandaran di rumah.

Perasaan Saya Sebagai Anak


Seorang anak butuh mendengar pujian atau apreasiasi dari orangtuanya agar tercipta hubungan yang harmonis. Pujian, apresiasi, support, dukungan atau apapun namanya akan membuat anak merasa dekat dengan orangtua, apalagi bila disampaikan dengan ungkapan dan gestur yang tulus. Anak akan merasa punya tempat berpijak dan kembali, yaitu rumah dan keluarganya. Ia juga tidak haus dukungan dan validasi dari orang lain, karena ia telah memiliki tim yang akan mendukungnya di dalam rumahnya.
 
Sebagai anak perempuan, saya pun butuh mendengar pujian atau apreasiasi dari orangtua, termasuk dalam hal penampilan fisik. Saya butuh seorang ibu yang menatap kedua mata saya dan mengatakan bahwa saya cantik dan 'cukup' baginya. Sekalipun tidak berkulit putih seperti dirinya, tidak langsing, dan tidak tinggi semampai, tetap ada keunikan dan keistimewaan yang bisa ia temukan dalam diri saya. Hal itu saya butuhkan namun tidak pernah saya dapatkan sejak kecil hingga dewasa. Hingga tanpa sadar, keyakinan bahwa saya tidak cantik, tidak menarik, dan tidak berharga tumbuh dalam diri saya.

Rasa dahaga akan pujian membuat saya melakukan banyak hal konyol saat remaja. Saya sering bersikap ramah dan memberi perhatian pada teman lawan jenis hingga mereka simpati, hanya untuk saya tinggalkan begitu saja. Sejak di bangku sekolah hingga kuliah saya melakukan tersebut beberapa kali, semuanya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Saya berlindung di balik sikap ramah, padahal ketika saya sadari kini keramahan saya hanyalah agar saya dianggap 'istimewa' oleh lawan jenis. Jauh di dalam hati saya, saya tidak pernah benar-benar suka pada seseorang. Saya hanya ingin membuktikan pada diri sendiri bahwa saya cantik dan menarik, walaupun tidak sesuai standar kecantikan Mama. 

Di Mataku Aku Cantik

Kini, setelah sedikit demi sedikit belajar mengenai psikologi dan jiwa manusia, saya





Share:

1 Agu 2025

Untuk Ibu yang Sering Diam-diam Lelah: Yuk Ikut Webinar Gratis Ini

 
Halo Ibu, Pernahkah Anda merasa letih, bukan hanya di tubuh... tapi juga di dalam hati? Pernahkah Anda tersenyum di depan anak-anak, tapi sebenarnya sedang menyimpan beban sendiri? Sebagai perempuan, istri, atau ibu, kita sering belajar untuk kuat. Tapi kadang, kekuatan itu justru membuat kita menunda merawat diri sendiri. Padahal, hati yang terluka diam-diam, bisa berubah jadi lelah yang panjang.

Kami, sekelompok praktisi coaching, konseling, dan hipnoterapi, ingin mengajak Anda untuk ikut duduk bersama kami dalam serangkaian webinar gratis yang kami siapkan dengan penuh cinta.

🌼 Apa yang akan Anda dapatkan?

Dalam webinar ini, Anda akan:

  • Memahami pentingnya kesehatan mental untuk mencapai hidup yang tenang dan berdaya.
  • Memahami bagaimana kebahagiaan bisa dimulai dari mengenali dan mencintai diri sendiri
  • Mengenali luka inner child yang dibawa dari masa kecil. 
  • Mendapatkan wawasan tentang hipnoterapi dan manfaatnya untuk memulihkan kesehatan mental dan fisik secara aman.

Dan yang paling spesial...

💝 Setiap peserta berkesempatan mendapatkan VOUCHER GRATIS untuk sesi konseling atau hipnoterapi dari saya dan teman-teman sekelas saya yang sedang dalam proses sertifikasi praktik (didampingi mentor profesional).

Kenapa kami melakukan ini?

Karena kami percaya:

Ibu yang didengar, disembuhkan, dan dihormati perasaannya... akan menjadi sumber ketenangan untuk keluarga.

Kami tahu, tidak semua orang punya keberanian atau akses untuk memulai proses penyembuhan. Maka, kami ingin membuat langkah pertama ini mudah, ringan, dan penuh penerimaan.

Detail Webinar

Seluruh rangkaian webinar yang akan dilaksanakan bisa dilihat di flyer di bawah ini. Anda bebas mengikuti seluruh kegiatan atau memilih yang cocok bagi Anda. Ini adalah momen untuk menambah pengetahuan secara mudah sambil mendapatkan manfaat bagi kesehatan fisik dan psikis. 




Siapa yang bisa ikut?

  • Webinar ini terbuka untuk semua perempuan, terutama para ibu, yang:
  • Merasa sering memendam perasaan sendiri.
  • Ingin memahami emosi dan tubuh dengan lebih lembut.
  • Sedang mencari ruang yang aman untuk memulai proses pulang ke diri sendiri.

Silakan daftar sekarang, ajak teman atau saudara perempuan yang butuh didengar. Kami tunggu Anda di dalam ruang webinar yang hangat ini.

Pendaftaran dan join grup WA Transformasi Diri klik -> link

Share:

18 Jun 2025

Langkah Awal Belajar Meditasi

Bagi Anda yang mau mulai mempraktikkan meditasi, silakan mengikuti saran-saran saya di bawah.

Pertama, kalau canggung dengan kata 'meditasi' karena alasan apapun, gunakan kata 'relaksasi' karena fungsi utamanya sama yaitu merilekskan tubuh dan pikiran.

Kedua, lakukan meditasi perlahan-lahan dulu aja, apalagi untuk yang pemula dan tidak terbiasa. Bagi yang tidak terbiasa, menutup mata 1 menit tanpa ngapa-ngapain itu menakutkan, kadang ada yang malah pusing, sesak dll, itu nggak apa-apa, biasanya sementara. Tetap lakukan mulai dari 5x tarik buang napas, lanjut 7x, 10x, jadi 1 menit, 3 menit, 5 menit dst.

Tiga, lakukan sesering mungkin walaupun pendek-pendek. Misal dalam sehari 5 x 5 tarik buang napas, lalu lama-lama bisa 3 x 5 menit seperti itu seterusnya.

Empat, lakukan kapan aja dan di mana dalam kondisi yang aman. Bagi pemula butuh memejamkan mata untuk membantu mengurangi gangguan konsentrasi, jadi harus cari tempat yang aman. Jangan sampai memejamkan mata di tempat publik sambil bawa tas tahu-tahu ada yang ambil tasnya.

Lima, posisi boleh bebas. Duduk di kursi dengan posisi tangan di atas paha masing-masing. Kalau kuat bersila juga boleh. Sambil berdiri dan pegangan tembok atau pohon juga boleh. Nggak bisa semuanya cuma bisa sambil baringan juga bisa, yang penting dijaga nggak sampai ketiduran.

Enam, jaga tubuh dalam keadaan rileks tapi pikiran tetap sadar. Untuk pemula, saya sarankan pendek-pendek waktunya supaya tidak ketiduran waktu matanya merem. Kalau tiba-tiba ketiduran waktu posisi meditasi, langsung bangunkan lagi diri sendiri dan dilanjut lagi meditasinya. Begitu terus aja... sampai akhirnya bisa bertahan beberapa menit dalam keheningan.

Tujuh, karena saya terapis saya meditasi untuk rileksasi tubuh dan pikiran agar semakin sehat dan bisa bantu klien saya. Teman-teman bisa mulai dari prinsip ini juga. Meditasi untuk tujuan tubuh dan pikiran semakin sehat. Kok bisa? Ya, karena saat kita rileks sistem saraf kita berubah dari simpatik ke parasimpatik, pada saat itulah otak mendeteksi kita dalam kondisi aman dan mulai mengurangi ketegangan di tubuh.

Dengan semakin kita mengurangi ketegangan tersebut, perlahan-lahan kita membuang hormon stres dari tubuh dengan tuntas. Kalau sudah begitu, otak bisa bekerja dengan optimal; mendorong produksi hormon2 penyembuh, imunitas naik, dll.

Bisa dimulai dari sini dulu ya. Silakan kalau ada yang mau nanya-nanya.

Share:

Hipnoterapi Online? Bisa!

Hipnoterapi Online? Bisa!
Griya Hijau Hipnoterapi - Layanan Hipnoterapi Mudah & Modern

Join Grup WA Sehat Ruang Hening untuk Free Live Zoom Healing Bulanan

Popular Posts

Semua Tulisan

Featured Post

Tangan Yang Menyembuhkan

  Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menulis dua buah post di blog ini yang berjudul 'Hands that heal' (tangan yang menyembuhkan)...

Blog Archive

Copyright © Rumah Vani | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com