![]() |
Bisnis Macam-macam |
Kalau lihat remaja usia belasan yang sibuk jalan pagi di hari Minggu, saya jadi ingat kisah beberapa bulan yang lalu. Ceritanya, waktu itu awal-awal saya hendak mengundurkan diri dari bekerja di kantor dan berencana ingin memiliki bisnis sendiri.
Saya dan suami sibuk mencari-cari ide untuk berbisnis, mau bisnis apa, di mana, siapa targetnya, kondisi pasar bagaimana, modalnya ada tidak. Setelah lihat kiri-kanan, pikir panjang, dan diskusi tanpa habis, akhirnya kami sampai pada tiga kesepakatan:
1. Writing Bussiness –> yang ini khusus saya yang menjalankan, dengan menjalani profesi sebagai seorang penulis. Saya mesti kreatif mencari ide, menuangkannya dalam tulisan, mengkontak penerbit, memperlebar ide kepenulisan sehingga mencakup tulisan-tulisan fiksi anak, remaja, non fiksi, skenario, abstrak, terjemahan, dll. Baru ide saja memang, tapi sudah cukup menantang dan membuat saya semangat.
2. Internet Marketing –> effort saya 90%, suami 10%. Hampir bisa dibilang saya yang paling banyak berkecimpung di bidang ini, mulai dari ide berjualan di internet, memahami sistem pembayaran on line, membuat ‘landing page’ atau situs untuk berjualan, strategi marketing, dan lain-lain. Sedangkan, suami memberikan fasilitas berupa sambungan internet (pakai speedy), komputer, ide2 tentang tampilan situs, dan… menemani saya bergadang untuk ‘ngopreki’ blog.
3. Bisnis aksesoris –> gara-garanya, saya ngiler melihat harga2 aksesoris hp dan perhiasan wanita yang djual di pasar Asemka Kota yang, murah bangeett…! Sudah itu dapatnya lusinan pula. Akhirnya, bermodal nekat dan (agak) keburu2 (khas saya), saya mengemukakan ide untuk berjualan aksesoris kepada suami. Meski awalnya agak keberatan, akhirnya suami pun menyetujui ide tersebut. Maka, mulailah kami hunting aksesoris dengan teratur ke pasar tersebut, dan mencari-cari tempat untuk memasarkannya.
Ternyata… dari ketiga ide bisnis tersebut, hanya ide satu dan dua yang masih bertahan sampai sekarang, sedangkan bisnis aksesoris hanya bertahan kurang lebih 1 bulan lamanya. Entah mungkin karena saya dan suami sama-sama kurang punya bakat berjualan atau bagaimana, akhirnya aksesoris yang sempat kami beli harus kami relakan teronggok di satu tempat, tidak terjual dan tidak menghasilkan.
Syukurlahwaktu itu kami hanya mengeluarkan modal sedikit, dan tidak terlalu merugi, karena dari sebagian yang terjual bisa menutupi modal awal pembelian barang.
Kenangan Seputar Merintis Bisnis Sendiri
Kembali lagi ke masalah jalan pagi di hari Minggu, ada sedikit kenang2an tentang bisnis aksesoris yang sempat saya jalani bersama suami beberapa bulan yang lalu:
1. Jalan-jalan memutari pasar Asemka yang isinya seabrek-abrek aksesoris melulu, murah-murah dan bagus-bagus. Yang ada di pasar ini antara lain; perhiasan manik-manik, aksesoris hp (tali, gantungan, sarung hp), alat tulis, tas, dompet, aksesoris anak, piring & mangkok, rak, boneka, dll. Barang-barang dijual perlusin (12 buah), per 1/2 lusin (6 buah), atau min. 3 buah.
2. Ternyata, marketing itu susah ya! Jadi ingat saat-saat berboncengan naik motor dengan suami ke daerah-daerah di sekitar perumahan tempat kami tinggal. Kami mencari-cari tempat untuk memasarkan aksesoris hp di counter-counter HP dan pulsa yang banyak berdiri di sekitar lingkungan kami tinggal. Tapi… ternyata, rata-rata mereka sudah menjual aksesoris hp di counternya. Akhirnya, aksesoris2 itu kami titip di counter pulsa milik adik saya.
3. Putus asa karena tidak juga menemukan tempat untuk memasarkan aksesoris yang masih banyak tersisa, akhirnya suami berinisiatif membawanya ke tempat orangtuanya di Serang. Berkat bantuan saudara-saudara di sana, sebagian dari aksesoris itu dapat terjual namun tidak semua.
4. Suami saya mengatakan ia tidak mau lagi berjualan di jalan baru Depok karena bete terhadap pungli-punglinya. Ceritanya, kami sempat juga melirik pasar yang (kami pikir awalnya) cukup menjanjikan, yaitu pasar tumpah di sepanjang sisi jalan baru Depok (Jl. Juanda) setiap hari Minggu pagi. Maka, selama beberapa minggu, setiap hari Minggu tiba, sejak subuh kami sudah sibuk menyiapkan ini-itu: memasukkan aksesoris ke dalam tas, melipat kain untuk berjualan, menyimpan uang recehan di dalam dompet, memanaskan motor, lalu pergi ke jalan baru, menghamparkan kain, menyusun barang-barang, dan menunggu orang yang mau membeli.
Tapi ternyata pemikiran kami keliru lagi. Meskipun banyak yang lewat, ternyata tidak banyak orang yang tertarik untuk membeli barang-barang kami. Sebagian besar hanya melihat sambil lalu. Ada juga yang sepertinya tertarik, tapi gengsi untuk ikutan jongkok dan memilih barang.
Belum lagi punglinya yang membuat bete. Kurang dari dua jam jualan, sudah tiga orang datang dan menuntut diberikan uang, mulai dari 1000-2000 rupiah per penjual. Dari seragam dan edaran yang mereka berikan, mereka datang dari dinas kebersihan kota Depok dan forum masyarakat Betawi di kota Depok. Seorang lagi yang datang tidak berseragam, alias orang stress yang mengomel sambil minta duit ke penjual. Tapi saya dan suami sadar jg sih, tidak sepatutnya kami jualan di pinggir jalan umum… (ikut2an aja sih…).
Coba Berjualan Online
Coba memasarkan produk secara online pun ternyata tidak mudah. Bukan perkara membalikkan telapak tangan yang sekali gerak langsung jadi. Untuk memasarkan secara online, penjual mesti: mencari barang2 yang akan dijual, membuat landing page untuk berjualan (bisa situs pribadi atau blog gratisan), mengembangkan situs dengan tampilan yang menarik dan user friendly (kalau bisa dengan form pemesanan, auto responder, dll), membuat data base dan memasukkannya ke dalam website (data2 barang dan harga ditulis, foto2 dibuat, dll), mengiklankan situs, menindaklanjuti penjualan (menerima pembayaran, mengirimkan barang, dll), mengupdate data barang di website. How hectic! Kayaknya tenaga satu orang aja ga cukup deh untuk mengurusi itu semua.
Yah, setidaknya, di atas semua suka dan dukanya berbisnis aksesoris selama kurang lebih dua bulanan, saya & suami jadi belajar banyak hal, terutama bahwa dalam menjalankan bisnis (khususnya di bidang jual beli secara fisik) dibutuhkan ketekunan dan ketangguhan yang luar biasa. Tekun dan tangguh yang saya maksud adalah dalam hal membeli barang2 keluaran terbaru, memasarkannya, mencari pasar, menghadapi tantang transportasi (jarak yang jauh untuk mencari barang: Depok-Kota), menghitung pembukuan. Saya benar2 salut kepada mereka yang memiliki ketekunan dan ketangguhan seperti ini, karena saya & suami agaknya termasuk yang ‘malas’ melalui tahap2 seperti itu.
*Update : belajar dari banyak pengalaman sebelumnya, akhirnya saya dan suami sepakat untuk lebih konsentrasi untuk bisnis secara online. Saya akan memulainya, dengan mencoba untuk belajar memasarkan produk2 orang lain secara online. Produknya seperti apa sedang saya coba2 browse dulu di internet. Kalau ada rejeki nggak akan lari ke mana deh, insya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar