24 Agu 2008

Cerpen Anak : Hari Jalan-Jalan Istimewa

Lili

 Hari ini hari Sabtu. Lili, Ayah, dan Ibu pergi mengendarai mobil ke kota. Mereka akan menonton pawai bunga yang sedang diadakan sejak dua hari yang lalu.
    
Brrrmmm… drrt… drrrt….
    
Tiba-tiba saja, mobil yang dikendarai Ayah berjalan tersendat-sendat. Ayah, Ibu, dan Lili sangat kaget, saat itu 
mereka tengah berada di tengah jalan tol.
    
“Mobilnya kenapa, Yah?” tanya Lili. “Kok jalannya ndut-ndutan?”

“Iya, ya,” ujar Ayah heran. Sambil tetap mengemudi, Ayah memeriksa penunjuk bensin. “Loh… kok bensinnya sudah mau habis?” tanya Ayah kaget. 
    
“Duh, Ibu lupa!” seru Ibu tiba-tiba. “Tadi pagi mobilnya Ibu pakai untuk membeli pupuk dan pot bunga di pasar. Ibu lupa mengisinya lagi ketika pulang dari pasar.”
    
Ayah geleng-geleng kepala mendengar kata-kata Ibu.
    
“Maaf ya, Yah,” kata Ibu lagi menyesal. 

“Ya sudah, tidak apa-apa. Kalau begitu kita ke pinggir dulu ya. Bahaya kalau tiba-tiba saja mobil ini berhenti di tengah jalan tol,” kata Ayah lagi. Dengan cekatan, Ayah memutar stir dan mengarahkan mobil ke pinggir jalan tol.
    
Brrrmmm… drrtt… det… det… ssshh….
    
Benar saja. Sebentar kemudian, mobil itu pun berhenti. Huffh… Ayah menghela nafas lega. Syukurlah mobil tidak berhenti ketika berada di tengah jalan tol.
    
Sambil melongok dari kursi belakang, Lili bertanya ,”Mobilnya mogok ya, Yah?” 

“Iya,” angguk Ayah. “Tapi, tidak apa-apa. Ayah akan menelepon kantor pengurus jalan tol dan meminta mengirimkan mobil derek.”

“Mobil derek?” ulang Lili. Ayah mengangguk. “Nah, tunggu dulu ya, sekarang Ayah akan menelepon.” Kata Ayah lagi. 

Lili mendengarkan pembicaraan Ayah di telepon. Dengan tidak sabar, ia menanti kedatangan mobil derek. Wah! Pasti asyik sekali, pikir Lili. Ia belum pernah merasakan naik mobil yang ditarik oleh mobil lain.

Tidak lama menunggu, mobil derek dari kantor pengurus jalan tol pun datang. Setelah berbincang-bincang dengan Ayah, petugas mobil derek pun segera memasang tali dengan pengait di bagian depan mobil. 
Drrrmmm… dregg… deg… deeggg…. Mobil yang ditumpangi Ayah, Ibu, dan Lili maju perlahan-lahan. 

“Wah… mobil kita ditarik ya, Yah!” seru Lili.

“Iya,” angguk Ayah. “Huaahhmm… santai dulu ah….” Ayah bersandar di kursi sambil meletakkan tangannya di belakang kepala.

“Hihi…,” Lili tertawa geli. Rasanya lucu sekali, naik mobil tanpa harus susah-susah mengemudi. Dengan gembira, Lili menurunkan kaca jendela dan melihat ke luar. Beberapa pengemudi mobil lainnya tersenyum sambil melambaikan tangan kepada Lili.

Sayang sekali, perjalanan dengan mobil yang diderek segera berakhir. Setelah tiba di kantor pengurus jalan tol, mobil Ayah segera diparkir di halaman kantor. 

“Nah, sekarang Ayah harus mencari bensin dulu di kota. Setelah itu, baru kita bisa melanjutkan perjalanan lagi,” kata Ayah kepada Ibu dan Lili.

“Yaa...!” seru Lili kecewa. “Bagaimana kalau nanti kita tidak sempat menonton pawai, Yah?”

“Hm… iya juga ya. Tapi bagaimana lagi, kita tidak bisa pergi tanpa mengisi bensin lebih dahulu…,” kata Ayah lagi. 

Tiba-tiba saja, terdengar suara seseorang menyela perkataan Ayah. “Maaf, Bapak dan keluarga ingin menonton pawai di kota?” 

Ayah, Ibu, dan Lili menoleh. Di belakang mereka berdiri seorang laki-laki berpakaian aneh; warna-warni dan penuh bunga plastik bergantungan. 
“Iya, benar,” angguk Ayah.

“Bagaimana kalau ikut dengan kami? Kami adalah rombongan petani bunga yang akan mengikuti pawai di kota. Kebetulan saat ini kami sedang menunggu ban mobil yang kempes diperbaiki. Bila sudah benar, Bapak, Ibu, dan Adik bisa ikut dengan mobil kami ke kota,” laki-laki itu menawarkan.

“Waah…!” Lili berseru senang. “Ayah, Ibu, Lili senang sekali kalau boleh ikut naik mobil pawai ke kota,” kata                .

“Kami boleh ikut dengan cuma-cuma, Pak?” tanya Ibu lagi tidak percaya.

“Ya, tentu saja,” laki-laki itu mengangguk ramah. “Dan, Bapak pun bisa sekalian membeli bensin di kota.”

“Terima kasih, Pak…,” Ayah menyalami laki-laki itu dengan gembira. “Terima kasih. Ya, tentu saja kami tidak keberatan ikut menumpang ke kota. Ya kan, Bu, Lili?” Ibu dan Lili mengangguk bersama-sama. 

Dengan sabar mereka turut menunggu ban mobil diperbaiki. Tidak berapa lama, mobil pawai pun siap digunakan kembali. Dengan bersemangat, Lili duduk di depan bersama beberapa orang petani bunga. 

Brrrmmm… mobil yang penuh dengan hiasan bunga beraneka macam dan warna itu pun melaju pelan menuju pintu keluar jalan tol. Setelah berada di luar jalan tol, mobil itu segera bergabung dengan iring-iringan kendaraan pawai lainnya. 

“Heeii… heeii… kami ini petani bunga… selalu bekerja riang gembira….”

Sambil melenggok ke kiri dan kanan, Lili menirukan para petani bunga menyanyi. Ia sangat gembira. Suara musik yang riuh dan tepuk tangan yang tidak ada habisnya mengikuti sepanjang perjalanan.

“Heeii… kami ini rombongan petani bunga…!” seru Lili lagi. 

Seorang Ibu petani bunga mengalungkan untaian bunga warna-warni di leher Lili. Lili tertawa gembira. Wah… benar-benar menyenangkan…! Rasanya, hari ini adalah hari jalan-jalan paling istimewa yang pernah Lili dapatkan!

----------

Hak Milik Penulis Vani Diana

Dilarang mempublikasan ulang tanpa ijin penulis. Publikasi ulang memiliki konsekuensi hukum/ sangsi sosial.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kenalan

Foto saya
Blog tentang ngobrol, crafting, keluarga, pengembangan diri, masak-masak.

Popular Posts

Semua Tulisan

Featured Post

Rumah Yang Nyaman

Ada alasannya kenapa 'rumah' yang ada di hati disebut 'home' dan bukan 'house'. Karena rumah yang sesungguhnya adala...

Blog Archive

Komunitas


Copyright © Rumah Vani | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com