Perumahan Padat |
Sudah seminggu kami tinggal di rumah baru yang beralamat di Jl. Pramuka Jayasari, sepuluh menit berjalan kaki dari pasar Genjing. Di sana, kami menempati sebuah rumah sederhana di tengah-tengah perkampungan padat di kota Jakarta.
Rumah itu bukan rumah milik kami sendiri, tapi kami mengontrak dari seorang teman sekantor Ayah. Namun lumayanlah, karena menempati rumah baru tetap membutuhkan banyak pengorbanan tenaga, waktu, pikiran, dan uang.
Hari-hari pertama tinggal di sana, kami mengalami masalah kesulitan air. Sebenarnya, air PAM mengalir dengan lancar di daerah tempat tinggal kami, hanya saja khusus di rumah yang kami tempati setiap hari mulai dari jam 5 pagi sampai jam 9 malam air berhenti total.
Air di rumah kami mati karena mulai pagi hingga malam hari banyak warga lain yang memakai air PAM, belum lagi industri dan perkantoran. Akibatnya, air di saluran rumah kami tidak cukup kuat untuk ditarik dari pipa ke keran di rumah.
Maka jadilah kami kelimpungan setiap kali pagi tiba. Baju-baju kotor menumpuk, piring kotor belum dicuci, ingin mandi dan buang hajat tapi nggak ada air… menderita sekali…!
Saking sedih dan betenya, di hari ketiga tinggal di sana, saya menangis dan mengeluh pada suami. Tapi, syukur Alhamdulillah, di hari ke empat, kami sudah bisa memasang pompa air untuk menarik air dari saluran air PAM.
Begitu pompa dipasang, brruasshh… air mengucur deras sekali dari keran. Oh, bahagianya hati… senang sekali… air melimpah ruah, dan kami sekeluarga tidak lagi kebingungan karena tidak ada air.
Selesai dengan persoalan air, kami harus menghadapi persoalan sampah. Yah… tahu sendirilah, tinggal di antara gang2 sempit di tengah kota jakarta, masalah kebersihan adalah suatu hal yang eksklusif. Kami tidak bisa berharap mendapatkan lingkungan yang bersih, rapi, apik, asri seperti tempat tinggal kami sebelumnya di Depok.
Di sini, kami harus cukup puas dengan kebersihan yang secukupnya. Tempat sampah yang sederhana dan seadanya, sampah yang diangkut beberapa hari sekali, kucing dan tikus yang banyak sekali dan asyik mengorek2 sampah yang sudah rapi dibungkus plastik… hhh… benar2 tidak mudah.
Tapi syukurlah pula, setelah bersilaturahmi dengan ketua RT, kami bisa segera ikut iuran sampah RT dan mendapatkan giliran untuk pengangkutan sampah. Setidaknya, kami cukup merasa nyaman tinggal di rumah yang meskipun kecil tapi bersih.
Rumah yang kami tempati ini letaknya di pojok sebuah persimpangan dalam gang. Alhasil kami tidak kebisingan oleh tetangga-tetangga yang mengapit di kiri kanan. Hanya sesekali saja kami dengar suara orang yang bercakap2 dengan suara keras atau saling berteriak memanggil, selebihnya sepi. Kecuali memang, karena daerah ini cukup dekat dengan rel kereta api, setiap kali kereta lewat kami dapat mendengar deru dan bunyinya dengan cukup jelas.
Jarak dari kantor pun tidak jauh. Dari kantor suami hanya beberapa menit dengan angkot, sedangkan dari kantorku 30 menit menggunakan bis kota/ busway. Cukup lumayanlah, saya dan suami jadi tidak terlalu capek lagi setelah pulang ke rumah, dan kami masih punya cukup banyak waktu dan energi untuk bermain dengan Aini ataupun mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
0 komentar:
Posting Komentar