Belajar Bahasa Inggris |
Tes IELTS adalah sebuah sistem pengujian bahasa Inggris yang diakui secara Internasional. Keberadaan IELTS kini perlahan-lahan mulai menggeser tes TOEFL karena dianggap paling lengkap dan cukup valid mewakili kemampuan seseorang berbahasa Inggris.
Di dalam tes IELTS, terdapat 4 buah mata ujian, yaitu; speaking, listening, reading, dan writing. (Menurut saya) Bila beruntung, anda bisa mendapatkan ujian IELTS yang mudah. Artinya, modul-modul di dalam ujian mudah untuk dimengerti dan dijawab.
Misalnya saja dalam modul listening, percakapan-percakapan yang ada di dalamnya mudah dimengerti serta kata-kata yang digunakan sudah familiar. Begitu pun dalam modul ujian reading, teks bacaan yang berjumlah 4 buah dan terdiri dari paragraf-paragraf yang panjang tema-nya mudah untuk dipahami. Selain itu, modul ujian menulis pun tema-nya mudah untuk anda mengerti dan ide-idenya mudah untuk didapat.
Tapi, bila tidak, siap-siap saja melalui ujian yang lumayan membuat kepala nyut-nyutan karena pusing. Mengapa? Karena anda harus ‘berjuang’ memahami apa yang dibicarakan dalam percakapan di modul listening, setelah itu berusaha mengerti apa yang tertulis di dalam teks-teks bacaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya, serta harus menulis sesuatu yang tema-nya asing bagi anda.
Ketika mengikuti ujian IELTS 14 Juni 2008 lalu, seluruh modul saya rasakan mudah. Pada bagian listening, kalimat-kalimat yang menjadi percakapan beserta kata yang harus diisi dalam lembar jawaban hampir seluruhnya familiar. Bukan itu saja, teks-teks yang harus dibaca pun tema-nya mudah, yaitu mengenai Manfaat Sidik Jari Manusia, Percobaan Simulasi Tornado, Dinosaurus, dll.
Selain itu, ketika membuat tulisan, pun, saya hanya harus menghayal sejenak untuk menuliskan pendapat saya mengenai anggapan yang mengatakan bahwa transportasi dengan pesawat sebaiknya hanya diperuntukkan bagi kaum mampu untuk mengurangi polusi udara.
Kalau pun saya merasa ‘sedikit’ terjebak saat ujian, adalah ketika harus menghadapi ujian speaking (interview) sehari sebelumnya, yaitu tanggal 13 Juni 2008. Ujian speaking memang sengaja saya pilih sehari sebelumnya, selain karena diperbolehkan oleh pihak IALF sebagai penyelenggara ujian, juga untuk mengurangi kadar stres pada ujian tertulis keesokan harinya.
Yang menyebalkan adalah, sekuat tenaga pun saya mencoba untuk ‘stay calm and focused’, tetap saja saya gugup ketika menghadapi wawancara. Hal itu disebabkan karena baru saja saya masuk ke dalam ruangan wawancara dan menghadapi pewawancara yang berkebangsaan asing, dengan cepat saya diberondong dengan berbagai pertanyaan yang harus dijawab.
Tentu saja saya kaget, dan konsentrasi pun buyarlah. Maka saya
berusaha menjawab dengan terputus-putus (sambil berpikir keras). Iyalah,
karena saja wawancara dimulai, saya sudah ditanya dengan pertanyaan
‘Why do you think people like to grow plant in their houses?’ Haah…?? Saya hanya bisa bengong.
Hasil Test IELTS
Setelah tiga belas hari menunggu, akhirnya datang juga hari pengumuman hasil test IELTS. Ditemani suami dan anakku, kami meluncur dengan taksi membelah lalu lintas yang lumayan ramai di jumat pagi, dari Pramuka menuju Kuningan, ke gedung IALF.
Setelah basa-basi sebentar dengan Mbak2 resepsionis, aku dan suami segera saja menarik keluar kertas pengumuman hasil test dari dalam amplop yang diberikan kepada kami. Hasilnya… 7!
Alhamdulillah… nggak nyangka sama sekali, aku bisa mendapatkan nilai IELTS 7, dengan rincian: listening 7,5, reading 7,5, writing 6,5, dan speaking 6,0. Tapi… walaupun demikian, mau tidak mau sekelumit perih mengiris hati tanpa bisa dielakkan. Speaking-ku hanya dapat 6…! Sedihnya…!!
Aku katakan pada suamiku bahwa sepertinya kesempatan untuk bisa mendapatkan beasiswa dan sekolah di bidang CW di Uni A jauh dari harapan. Karena, seingatku, permintaan dari universitas yang aku tuju mengharuskan score IELTS over all 7 dengan writing dan speaking band tidak boleh kurang dari 7,0. Tapi suamiku bersikukuh bahwa seingatnya syarat IELTS yang dibutuhkan tidak sampai seperti yang aku katakan.
“Seingat Ayah syarat IELTS untuk beasiswa minimal 6,5 dan untuk mendaftar di universitas 6!” ujarnya.
“Nggak, Yah,” gelengku ,”kalau Umi nggak salah untuk mendaftar di jurusan CW dibutuhkan writing dan speaking band minimal 7.0.”
Beberapa menit kami terlibat adu argumentasi, entah mana yang benar. Sampai tiba-tiba saja ada seorang Bapak yang menegur kami dengan ramah. Rupanya ia adalah calon peserta tes IELTS gelombang berikutnya yang pagi itu akan menjalani test speaking/ wawancara.
“Dapat berapa?” Tanya si Bapak sambil melirik-lirik kertas pengumuman testku.
“Tujuh, Pak,” jawab Suamiku.
“Wah… bagus ya. Mau kuliah ya?” Tanya si Bapak lagi. Aku dan suamiku serempak mengangguk.
“Kalau saya sih hanya butuh 4,5, syarat minimal untuk bisa kerja,” ujarnya lagi. “Oooh….” Aku dan suamiku mengangguk-angguk. Meski masih tersisa sedikit rasa sedih, mau tidak mau ada sedikit rasa bangga terselip di hati kami berdua. Alhamdulillah, ya Allah, aku dapat 7!
Sepeninggal si Bapak yang akan mengikuti test tersebut, kami berdua pun akhirnya berdamai dan sepakat untuk kembali mengecek berapa persisnya nilai IELTS yang dibutuhkan sebagai persyaratan melamar beasiswa dan universitas.
“Tapi, menurut Ayah, Umi hebat loh bisa dapat 7…!” seloroh suamiku dengan bangga. “Nilai paling tinggi kan 9, kalau dapat 7 berarti sama dengan Umi dapat nilai 80…! Umi hebat!” ujarnya lagi sambil menepuk2 belakang kepalaku sayang.
Aku hanya tersenyum, bercampur aduk rasa di dalam dada: senang dan sedih, bangga sekaligus khawatir. Perjalanan masih panjang… masih teramat jauh jarak yang tersisa dan harus kami tempuh bersama-sama.
0 komentar:
Posting Komentar