Karunia |
Membaca kisah-kisah milik para teman di dunia maya, rasanya banyak sekali hal yang berkecamuk di dalam dada ini.
Melihat seorang teman dengan keluarganya yang bahagia; suami nan romantis, sepasang anak yang lucu, nilai-nilai Islami yang ditanamkan dengan lekat dari orangtua kepada anak-anaknya… rasanya kok masih jauh sekali ya dengan apa yang saya alami selama ini…?
Melewati tahun ke-3 pernikahan dengan suami tercinta, saat ini kami berdua masih tergopoh-gopoh menapaki kehidupan kami sebagai sebuah keluarga. Puji syukur kepada Allah kami telah dikaruniai sebuah amanah yang sangat indah, yaitu seorang bidadari kecil yang cantik dan pintar. Namun… semua belum berakhir sampai di sana.
Masih banyak hutang yang kami pikul di bahu ini berdua. Mulai dari belum memiliki tempat tinggal milik sendiri yang tetap hingga pekerjaan yang masih membuat kami senantiasa ragu apakah akan kami teruskan atau berhenti di sini saja?
Menyoal masalah pekerjaan, Alhamdulillah suami saya sudah berstatus sebagai pegawai yang (katanya) sih nggak bisa dipecat sampai pensiun… alias PNS. Hanya saja, banyak konflik di lingkungan kerjanya yang membuatnya seringkali mengeluh dan merasa seakan-akan ingin pergi dari sana (sabar ya, suamiku sayang…).
Sementara, saya sendiri pun berstatus pegawai yang sama namun lebih banyak dan lebih besar lagi beban di hati yang saya pikul. Semenjak kelahiran putri pertama saya, hati ini rasanya sudah tidak betah lagi berada di kantor. Yang ada hanyalah ingin pulang dan berada di dekat anak tercinta. Yang saya inginkan akhirnya, adalah, sebuah bentuk pekerjaan yang tidak akan menuntut untuk jauh dan lama meninggalkan anak saya di rumah. Ya, sayamasih ingin bekerja. sayamasih ingin belajar hal-hal baru, beramal, beribadah lewat bekerja keras, namun tanpa harus meletakkan keluarga di prioritas terakhir.
Lama-kelamaan, “karat” di hati tersebut makin menebal dan menguat. Saya pun jadi semakin jemu, enggan, bosan, dan benar-benar ingin bebas dari pekerjaan di kantor… bebas melakukan pekerjaan yang saya sukai, cintai, dan dekat dengan keluarga di rumah…!
Kembali lagi ke awal, rasanya perjuangan saya dan suami tercinta masih amat-amat panjang. Kami belum bisa bernafas lega untuk menyisihkan waktu menjalin sebuah cerita keluarga nan romantis dan Islami yang bahagia. Waktu kami masih banyak habis untuk bekerja, merangkai harap dan doa akan kehidupan yang lebih baik lagi bagi kami sekeluarga.
Ini mungkin hanya sebuah excuse bagi orang lain yang membacanya. Biarlah, yang penting adalah kami sendiri yang mengalaminya. Hari-hari yang kami lalui dengan bekerja keras, meluangkan sedikit waktu untuk bercengkrama bersama, dan detik-detik dalam doa dan harap….
Sungguhpun masih jauh keadaan kami sekeluarga dari gambaran sebuah keluarga yang ‘ideal’, kami selalu berusaha menyempatkan diri bersyukur, sebuah syukur yang sederhana, untuk sekecil apa pun nikmat yang kami miliki.
Alhamdulillah kami dikaruniai pasangan yang penuh cinta dan sayang satu sama lain.
Alhamdulillah kami dikaruniai seorang putri yang cantik, baik, sholihah dan PINTAR!
Alhamdulillah kami masih bisa makan hari ini dan esok (insya Allah).
Alhamdulillah kami masih bisa bernaung dari hujan dan terik matahari, berlindung di tengah gelapnya malam dan beristirahat dengan tenang di bawah sebuah rumah.
Alhamdulillah kami masih bisa memakai pakaian yang menutup aurat kami.
Alhamdulillah kami masih bisa menyisihkan sedikit rizki untuk infaq dan shadaqah.
Alhamdulillah kami masih bisa menonton TV, mencari sedikit hiburan dari film dan buku2, internetan untuk berkomunikasi dengan dunia….
Alhamdulillah kami masih dikaruniai akal yang sehat dan fisik yang kuat untuk bekerja.
Alhamdulillah Ya Allah…
Meski masih sedikit amal kami, jangan Engkau siakan Ya Rabb… karena, jika bukan pada-Mu aku berpaling, pada siapa lagikah…?"
0 komentar:
Posting Komentar