14 Mei 2015

Komentar yang Tidak Perlu

 

Merasa Entitled

Beberapa hari yang lalu, ketika berjalan pulang ke rumah dari rumah adik saya, saya berpapasan dengan seorang ibu tetangga satu komplek. Melihat saya berjalan dengan Aini, spontan saja ibu tersebut mengomentari tubuh Aini yang tinggi besar. 

Ya, Aini memang lebih tinggi dan besar daripada rata-rata anak seusianya. Tapi, saya pikir hal itu wajar saja karena ayah saya sendiri bertubuh tinggi besar, begitu pun dengan adik dan kakak saya. Sangat mungkin Aini mewarisi gen dari keluarga besar saya tersebut, meski juga tetap mewarisi garis wajah ayahnya. 

Ibu itu bertanya Aini kini sudah kelas berapa dan menghubung-hubungkannya dengan tubuh Aini. Tidak berhenti sampai di situ, ia meneruskan dengan mengomentari Aini yang tidak punya adik. Dengan nada mengompori, ia berkata dengan kencang agar Aini meminta adik dari saya. 

Syukurlah, Aini sama sekali tidak terpancing. Ia malah cenderung cuek dan tidak memberi perhatian sedikit pun kepada ibu tersebut. Aini terus saja berjalan sambil membawa tas ranselnya. Saya sendiri tidak berkata apa pun, hanya menjawab kelas Aini, tersenyum, dan terus berjalan ke rumah. 

Meski dongkol, saya berusaha tidak memasukkan dalam hati komentar yang tidak perlu tersebut. Bukan satu kali saya mendengar komentar tentang bobot tubuh Aini dan keberadaannya sebagai anak satu-satunya. Saya hanya berpikir, apa untungnya seseorang mengeluarkan komentar-komentar semacam itu, dan apakah ia tidak memikirkan akibat dari apa yang diucapkannya tersebut.

Mengapa harus seseorang berkomentar mengenai hal-hal yang tidak berhubungan dengannya? Apakah setelah berkomentar ia bisa memberikan solusi atas apa yang dikomentarinya? Kalau tidak, apa perlunya berkomentar? Satu lagi, apa perlunya menyuruh-nyuruh Aini meminta adik dari orangtuanya? Apakah saya sebagai orangtua Aini memiliki kuasa atas hal itu? Sungguh pernyataan yang aneh menurut saya. 

Lebih baik ibu tersebut menyimpan komentar-komentarnya di dalam hati, karena tidak ada satu hal pun yang bisa ia berikan bagi saya dan Aini untuk mendukung apa yang ia yakini. Saya dan Aini memang bukan mahluk sempurna, tapi kekurangan kami bukanlah bahan untuk dikomentari.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kenalan

Foto saya
Blog tentang ngobrol, crafting, keluarga, pengembangan diri, masak-masak.

Popular Posts

Semua Tulisan

Featured Post

Rumah Yang Nyaman

Ada alasannya kenapa 'rumah' yang ada di hati disebut 'home' dan bukan 'house'. Karena rumah yang sesungguhnya adala...

Blog Archive

Komunitas


Copyright © Rumah Vani | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com