24 Jun 2016

Ketika Aini Sakit Campak Jerman

Anak Sakit

Hari Senin, 13 Juni 2016, saya dan suami membawa Aini ke rumah sakit ibu dan anak di Depok. Setelah pemeriksaan, Dokter mendiagnosis Aini terkena penyakit campak Jerman (rubella). Saya dan suami sangat kaget, tidak menyangka bahwa ruam-ruam merah yang mulai bermunculan di muka Aini sejak dua hari sebelumnya ternyata adalah gejala penyakit rubella.

Penyakit ini tidak datang tiba-tiba. Gejala awalnya sudah muncul sejak dua minggu sebelumnya, yaitu di hari terakhir Aini ujian akhir semester dua. Entah mengapa, Aini tiba-tiba saja batuk dan pilek sehingga ia perlu diinhalasi dan minum obat anti alergi untuk meredakan batuknya.

Saat liburan setelah ujian dan menunggu dibagikan rapot, kondisi tubuh Aini naik turun, sesekali batuk pilek namun di lain kesempatan cukup sehat. Akan tetapi, wajahnya lebih sering terlihat pucat, terutama saat berada di luar rumah. Saya yang berpikir bahwa Aini hanya menderita batuk pilek biasa, tidak terlalu mengkhawatirkan kondisi tersebut dan berpikir bahwa Aini hanya kelelahan setelah konsentrasi penuh belajar untuk ujian.

Setelah pembagian rapot, karena mendapatkan rangking 1 di kelasnya (Alhamdulillah!), Aini berhak mendapatkan undangan untuk mengikuti acara perpisahan kelas 6 sekaligus trofi dan hadiah dari sekolahnya. Di acara perpisahaan itu, ia terlihat sangat lesu dan tidak bersemangat. Segera setelah mendapatkan penghargaan dan hadiah, ia tidak henti mengajak saya pulang walaupun saya berulangkali membujuknya untuk tunggu sejenak dan menikmati hidangan prasmanan yang telah disajikan.

Anehnya, saat di rumah kondisi tubuh dan wajahnya kembali terlihat segar. Lagi-lagi saya berpikir bahwa Aini hanya kelelahan saat berada di luar rumah dan ia hanya ingin berada di dalam rumah.

Namun, di hari pertama puasa, saat siang hari tiba-tiba saja Aini batuk-batuk lumayan berat. Saya tidak tega melihatnya, dan akhirnya menyuruhnya membatalkan puasa. Saya tahu persis bagaimana rasanya saat seorang dengan asma berpuasa; tenggorokan yang kering di siang hari terasa gatal dan panas sehingga batuk-batuk parah tidak terhindarkan. Satu-satunya obat yang bisa menghentikan batuk tersebut hanyalah dengan minum air. Dulu saya pernah mengalami hal tersebut, namun beberapa tahun terakhir ini kondisi asma saya sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Keesokan harinya, hal yang sama terulang lagi. Sekalipun sudah sahur dengan makanan berkuah dan minum banyak air, menjelang siang Aini kembali batuk-batuk. Malahan ia berkata bahwa telinganya mulai terasa sakit. Saat itu saya mulai curiga bahwa penyakit ini lebih daripada sekedar batuk pilek biasa, namun saya belum bisa membawanya ke dokter sendirian.

Saat ayah saya berkunjung di hari berikutnya, beliau menanyakan kabar Aini dan menawarkan saya untuk ikut bersamanya dan adik saya (dengan ketiga anaknya) ke klinik. Saya segera mengiyakan dan menyuruh Aini bersiap-siap; saya pikir ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk menemui seorang ahli dan bertanya tentang penyakit apa sesungguhnya yang diderita Aini.

Di klinik, dokter memeriksa tenggorokan, telinga, bagian dada dan punggung Aini dengan seksama. Ia mengatakan bahwa ada infeksi di saluran tengah telinga Aini akibat virus batuk pilek yang sudah dideritanya berhari-hari. Ia lalu meresepkan obat tetes telinga, anti nyeri, obat batuk pilek, dan antibiotik cefixime. Kenapa diberikan antibiotik? Karena diduga telah terjadi infeksi di bagian dalam telinga serta sinus di atas dahi, yang membuat Aini sering merasa pusing.

Satu dua hari sejak minum obat, kondisi Aini membaik namun batuk dan pileknya tidak juga sembuh. Malahan, hari ketiga setelah ke dokter, batuknya semakin menjadi. Akhirnya, di hari sabtu saya dan suami membawa Aini untuk kembali cek di dokter yang sama. Dokter yang memeriksa perkembangan Aini kemudian meresepkan obat batuk tablet berisi acetylcysteine karena menurutnya batuk Aini penuh dahak yang tertahan di saluran pernafasannya.

Masalah datang kemudian. Di rumah, setiap kali sehabis meminum obat tersebut, Aini batuk hebat hingga ia muntah-muntah. Bagus memang, karena dahaknya jadi bisa keluar, namun efek sampingnya adalah ia menderita rasa sakit luar biasa di perut dan tidak nyaman di tenggorokannya. Tentu saja, bayangkan saja Anda dipaksa batuk hingga muntah-muntah, tentu rasanya sangat tidak enak bukan...?

Dokter memang telah meresepkan obat sirup salbutamol untuk mengatasi seandainya asma Aini kambuh akibat batuk berlebihan saat mengeluarkan dahak. Memang benar, setelah minum salbutamol batuk Aini mereda, namun itu tidak membuatnya berhenti batuk luar biasa setiap kali minum tablet obat batuk yang sama. Kami menyerah. Tidak tega melihat Aini muntah-muntah untuk mengeluarkan dahak, akhirnya kami menghentikan obat acetylcysteine tersebut. Kami kembali memberikan obat batuk yang biasa, ambroxol, dan obat anti alergi serta asma. Batuknya masih tetap ada, tapi tidak separah sebelumnya yang seakan-akan 'dipaksa' untuk dikeluarkan.

ya, setelah kunjungan pertama ke dokter umum di klinik dekat rumah tidak memberikan jawaban, Aini saya bawa lagi ke dokter di hari senin pada minggu berikutnya. Kali ini dokter spesialis anak di rumah sakit ibu dan anak.

Dalam sekali periksa, sang dokter langsung mendiagnosis Aini terkena rubella atau campak Jerman. Ia hanya berkata bahwa beberapa hari ke depan, batuk Aini akan semakin 'ramai' dan Aini harus dijauhkan dari kerumunan dan wanita hamil karena penyakitnya sangat mudah menular.

Dokter lalu meresepkan obat-obatan untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya serta anti virus, dan racikan yang terdiri dari obat batuk dan codein. Asumsi saya dan suami adalah, dokter berusaha untuk memudahkan Aini batuk dengan mengencerkan dahaknya. Hanya saja, ketika di rumah yang terjadi adalah kebalikannya.

Pada hari ketiga dan keempat setelah ruam pertama muncul di wajah, muncul ruam di tempat-tempat lainnya di tubuh Aini. Yang paling terlihat jelas adalah di telapak tangannya yang putih. Bintik-bintik merah dengan aneka bentuk memenuhi kulit Aini. Dan apa yang dikatakan dokter di rumah sakit memang benar, batuknya semakin menjadi terutama saat akan muncul ruam di tempat-tempat yang baru.

Yang mengkhawatirkan adalah, setiap kali Aini habis minum obat racikan dokter, batuknya menjadi sangat parah bahkan hingga asmanya kambuh. Saya jadi curiga dan memeriksa di internet apakah kandungan obat itu bisa memicu asmanya. Ternyata memang benar, codein, selain berfungsi sebagai obat batuk yang paten juga memiliki kontraindikasi dapat memicu asma. Setelah tahu dari internet, saya minta Ayah untuk menanyakan hal tersebut ke teman-temannya di kantor. Hasilnya sama, mereka yang rata-rata lulusan farmasi, mengatakan bahwa codein punya efek samping membangkitkan asma bronkial.

Pantas saja dalam racikan ditambahkan obat asma, hanya saja ternyata tidak cukup ampuh untuk mengatasi efek samping yang terjadi. Akhirnya, racikan tersebut pun kami hentikan. Aini, lagi-lagi, kembali ke resep obat batuknya yang semula: ambroxol, cetirizine, serta nebulasi (penguapan) ketika asma.

Alhamdulillah, seiring berlalunya hari, sakit campak Jerman Aini pun perlahan-lahan sembuh. Bersamaan dengan sembuh campaknya, batuknya pun semakin menghilang dan nafasnya kembali menjadi normal.

Dua hal yang menjadi catatan penting dari sakit Aini kali ini adalah, selalu hati-hati dalam menerima obat yang diresepkan oleh dokter. Tidak ada salahnya untuk mengecek, kalau perlu tanya orang lain yang juga ahli, mengenai kandungan obat; apakah cocok dengan pasien atau tidak. Yang kedua dan juga tidak kalah penting adalah, sejak saat ini bila Aini hendak berobat, maka harus disampaikan ke dokter bahwa ia memiliki alergi. Bukan alergi terhadap obat tapi kondisi tubuhnya memiliki alergi pada saluran pernafasan alias asma bronkial. Seandainya saja saat berobat saya mengatakan kondisi Aini tersebut ke dokter, bisa jadi obat yang diresepkan pun berbeda. Sayang saya terlambat tahu bahwa hal itu penting, dua kali kesalahan yang hampir sama akhirnya membuat saya sadar bahwa penting untuk mengatakan bahwa Aini memiliki asma bronkial, pada dokter yang memeriksanya.

 

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kenalan

Foto saya
Blog tentang ngobrol, crafting, keluarga, pengembangan diri, masak-masak.

Popular Posts

Semua Tulisan

Featured Post

Rumah Yang Nyaman

Ada alasannya kenapa 'rumah' yang ada di hati disebut 'home' dan bukan 'house'. Karena rumah yang sesungguhnya adala...

Blog Archive

Komunitas


Copyright © Rumah Vani | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com