10 Nov 2016

Pengalaman Memakai Masker Kefir

Masker Facial

Karena bercita-cita bisa tampil di hari lebaran tahun ini (Agustus 2016) dengan wajah yang cerah dan glowing, saya memberanikan diri memesan masker kefir dari seorang penjual kefir di instagram. Saya akui saya terlambat memesan, karena hanya tersisa beberapa hari saja sebelum lebaran tiba untuk waktu pemesanan hingga pengiriman.

Apa yang saya takutkan benar-benar terjadi; kefir yang saya pesan terhambat pengirimannya karena hari raya Idul Fitri. Seharusnya, pengiriman hanya memakan waktu 2 - 3 hari tapi saya harus menunggu sampai hampir enam hari sampai paket kefir itu tiba di rumah. Saat tiba, gel pendingin di dalam paketnya pun sudah hangat... saya tidak bisa membayangkan bagaimana isi kefirnya itu sendiri. Padahal, masker kefir ini paling baik bila disimpan dalam kondisi dingin untuk menjaganya tahan lama.

Karena sayang sudah mengeluarkan seratus ribu rupiah untuk 10 bungkus plastik masker kefir ini, akhirnya saya nekat memakainya meski dengan harap-harap cemas. Hati kecil saya mengatakan untuk berkonsultasi dulu dengan dokter kulit saya di klinik Wijaya, tapi nafsu ingin mendapatkan hasil instan mengalahkan suara hati saya.

Yang saya pahami adalah, masker kefir ini dibuat dari susu sapi atau kambing yang telah difermentasikan dengan biji kefir. Hasilnya adalah cairan kental yang berwarna putih kekuningan, berbau asam seperti yoghurt, dan disebut-sebut memiliki khasiat bisa mencerahkan wajah dan menghilangkan jerawat. Hanya saja, ada sedikit masalah di sini; biji kefir memiliki bahan dasar bakteri probiotik. Artinya, perlu ada penanganan khusus dalam penyimpanan dan pemakaiannya.

Saya tidak tahu pasti apakah kondisi kefir yang saya terima (setelah bermalam di kantor JNE lumayan lama) masih bagus atau tidak. Apakah kefir itu masih bisa digunakan sebagai masker atau tidak?

Oya, sebagai info, paket kefir yang saya terima dimuat dalam plastik-plastik perekat ukuran kecil. Jumlahnya ada 10 buah dan semuanya ditempatkan di dalam toples plastik bersama kertas aturan pakai dan gel pendingin kecil. Saat membuka paket itu, sebersit tanya mampir dalam hati; apakah cara pengepakan seperti ini baik? Setahu saya, susu cair saja tidak boleh dibiarkan dalam udara terbuka bila tidak habis diminum. Kenapa kefir yang mengandung susu ini hanya ditempatkan dalam plastik non kedap udara biasa? Apakah tidak ada resiko kontaminasi bakteri yang berbahaya?

Iya sih, bibit kefir sendiri sudah mengandung bakteri probiotik. Tapi, bagaimana seandainya ada bakteri lain yang ikut menumpang akibat pengepakan yang sederhana seperti ini? Untuk tahu pastinya, saya coba memakainya sesuai dengan petunjuknya.

Paket kefir yang terdiri dari 10 bungkus, satu bungkusnya saya pakai dua kali sehari pagi dan sore. Saya ikuti aturan cara pakainya seperti wajah dibersihkan dulu sebelum pakai dan dibersihkan dengan air dingin setelah pakai.

Hari pertama pemakaian, wajah masih terlihat biasa saja. Hari kedua dan ketiga, saya mulai merasa wajah terasa agak lembab dan kenyal. Hari-hari berikutnya terlihat agak cerah dan bercahaya.

Tetapi, menjelang akhir minggu pemakaian, saya mulai merasakan ada yang aneh di wajah saya. Tiba-tiba saja, jerawat kecil-kecil bermunculan di wajah saya sekitar pipi dan dagu. Saya perhatikan, semakin hari semakin banyak jerawat muncul di tempat yang berbeda-beda. Karena penasaran, saya mencoba untuk terus memakai masker kefir tersebut, terutama di tempat jerawat-jerawat itu berada.

Tetapi, semakin hari semakin banyak jerawat bermunculan. Jerawat yang sudah ada sebelumnya pun tidak hilang dengan pemakaian kefir, malah semakin besar dan mulai terasa sakit.

Saya cari informasi tentang hal ini di internet, katanya ini adalah proses purging, atau breakout, yaitu reaksi kulit dengan keluarnya jerawat sebagai akibat dari detoksifikasi kefir di wajah. Katanya sih... setelah beberapa lama hal itu akan hilang. Cuma, kok di saya terasa parah?

Wajah jadi terasa sangat tidak nyaman; jerawat yang membesar seperti bentolan merah berisi air dan terasa cekit-cekit. Makin sakit kalau tidak sengaja tersentuh. Jerawat kecil seperti komedo semakin tambah banyak. Akhirnya, pemakaian masker kefir saya hentikan sebelum habis semua satu paket.

Saya jadi bingung apa yang harus saya lakukan dengan kondisi wajah seperti ini. Akhirnya, saya putuskan untuk kembali ke klinik langganan saya di Wijaya Platinum untuk mendapatkan perawatan. Hiks. Harapan bisa dapat wajah cerah, lembab, dan glowing dengan masker kefir hilang sudah. Padahal, kalau 'katanya' proses detoksifikasinya itu disebabkan oleh pemakaian zat-zat kimia di wajah, selama ini perawatan wajah yang paling rutin saya lakukan ya di klinik itu saja satu-satunya. Produk-produk dari dokter di sana pun selama ini tidak bermasalah di wajah saya dan tidak menimbulkan ketergantungan. Artinya, produk-produknya lumayan 'ramah' bagi kulit wajah saya yang super sensitif ini. Kalau kemudian wajah saya bereaksi parah dengan masker kefir ini... hm... yang mana yang salah ya??

akhirnya saya kembali ke dokter yang biasa merawat wajah saya di klinik Wijaya Platinum Depok.

Saat bertemu dengan dokter langganan saya, dr. Eka, beliau langsung 'takjub' melihat jerawat-jerawat saya yang merah dan bengkak. Sekejap melihat, ia langsung menyarangkan agar saya disuntik antibiotik di jerawat-jerawat tersebut. Disuntik?! Wah... seperti apa rasanya?? Lengan yang tidak sakit saja bila disuntik untuk diambil darah cukup membuat senut-senut, tidak terbayang ini... jerawat yang merah melendung besar.

Ketika saya tanya kenapa harus disuntik antibiotik, Dokter menjelaskan bahwa jerawat yang seperti ini disebabkan banyak bakteri di dalamnya. Glek. Saya tidak berani bicara terus-terang bahwa jerawat-jerawat ini timbul sesudah saya memakai masker kefir. Khawatir dimarahi karena saya memakai produk untuk wajah yang belum memenuhi standar kesehatan.

Saya maklum kalau dr. Eka mengambil kesimpulan demikian, karena selama saya merawat wajah tidak sekalipun ia pernah menemukan jerawat semacam ini bersarang di wajah saya. Paling-paling hanya kelebihan lemak yang perlu dicauter untuk dibersihkan dari wajah. Atau komedo yang membarengi wajah kusam akibat sering berpanas-panasan di luar dan jarang mendapatkan facial. Tidak ada jerawat yang sampai membengkak merah seperti cacar air yang siap pecah (sebenarnya, Ayah sempat menantang saya untuk memecahkan sendiri saja jerawat-jerawat itu, tapi saya tidak berani. Saya takut kalau resikonya jadi lebih besar karena menggunakan tangan yang tidak steril).

Akhirnya, saya pasrah dan mengikuti saran Dokter. Saya diberi daftar resep yang selain berisi krim perawatan wajah juga obat antibiotik yang akan disuntikkan. Semua itu saya bayar dahulu di resepsionis sebelum saya pergi ke lantai dua ke ruang facial. Di sana, wajah saya dibersihkan dengan pembersih standar yang biasa dipakai saat facial. Bedanya, saya tidak menjalani seluruh proses facial, hanya dibersihkan saja wajahnya kemudian menunggu Dokter datang.

Setelah beberapa saat menunggu, Dokter pun datang. Dibantu dengan seorang terapis, ia menyuntik satu demi satu jerawat saya yang merah membengkak. Setiap kali jarum suntik menusuk jerawat saya, saya meringis menahan sakit. Memang sih jarumnya hanya jarum bayi yang kecil dan tipis, tapi tetap saja ketika jarum itu menembus kulit yang tengah meradang terasa menyengat. Akhirnya saya hanya bisa pasrah, menahan nafas agar tidak terasa terlalu sakit saat jarum berkali-kali menyuntikkan antibiotik ke pipi kanan dan dagu kiri saya, tempat para jerawat bergerombol. Setelah selesai, Dokter berpesan agar sementara saya tidak memakai krim perawatan wajah untuk sementara, hingga jerawatnya mengempes.

Syukur Alhamdulillah, saya tidak perlu menunggu lama sampai jerawat-jerawat itu kempes. Sekitar dua hari setelah disuntik, bengkaknya mulai berkurang dan semakin lama semakin kempes hingga benar-benar rata dengan kulit. Tinggallah kemudian bekas-bekasnya yaitu bercak berwarna kehitaman.

Lalu, apakah saya menyesal telah memakai masker kefir? Jawabannya: ya, saya menyesal. Penyesalan saya adalah karena tidak berhati-hati menggunakan produk perawatan wajah yang belum diketahui dengan jelas penangannya, baik dari segi pembuatan, penyimpanan, dan pengirimannya. Padahal wajah saya tergolong sensitif; salah pakai produk perawatan wajah sedikit saja akibatnya luar biasa. Dokter sendiri pun mengatakan bahwa pemakaian kefir untuk masker wajah masih harus diteliti lebih lanjut sehingga sebaiknya digunakan dengan penuh kehati-hatian. Pengalaman memakai masker kefir ini menjadi hal yang sangat berharga untuk saya.

Kalau kemudian ada orang-orang yang merasa cocok menggunakan masker kefir dan mendapatkan manfaat maksimal darinya, maka saya mengacungkan jempol. Namun, sebuah pelajaran yang sangat berharga harus saya ingat: belum tentu apa yang berhasil untuk orang lain berhasil juga untuk saya -- mengingat kulit wajah saya yang sensitif. Saya harus menerima takdir bahwa tidak semua produk perawatan wajah cocok untuk saya. Saya juga harus menerima bahwa hanya sedikit saja produk yang bisa saya gunakan dan bersabar menggunakannya untuk mendapat hasil yang terbaik.

 

 

Save

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kenalan

Foto saya
Blog tentang ngobrol, crafting, keluarga, pengembangan diri, masak-masak.

Popular Posts

Semua Tulisan

Featured Post

Rumah Yang Nyaman

Ada alasannya kenapa 'rumah' yang ada di hati disebut 'home' dan bukan 'house'. Karena rumah yang sesungguhnya adala...

Blog Archive

Komunitas


Copyright © Rumah Vani | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com