Introvert |
Alhamdulillah, hari kamis siang kemarin saya berkesempatan ngobrol tentang kepribadian introvert dengan Aini. Meski sebentar, kesempatan mengobrol ini sangat saya syukuri karena kini Aini sudah mulai besar dan memiliki banyak kesibukan dan kesenangan sendiri.
Saya mengajak Aini mengobrol saat ia di rumah, sepulang sekolah habis ujian akhir di kamis siang. Aini sudah berganti baju dan makan, dan ia sedang bersantai sejenak sebelum beristirahat agar bisa belajar untuk ujian esok hari.
Mengenali Kepribadian Introvert
"Neng, Mama mau ngobrol tentang kepribadian introvert sama Neng," ucapku. Aini langsung meletakkan handphone yang sejak tadi ia bawa untuk melihat-lihat kucing-kucing lucu di instagram. Kelihatannya ia tertarik dengan topik yang akan diobrolkan.
Saya lalu bercerita pada Aini bahwa menurut ilmu psikologi, manusia punya kepribadian yang berbeda-beda di antaranya kepribadian introvert dan ekstrovert. Saya menjelaskan bahwa orang introvert biasanya tidak terlalu menikmati berada di tempat keramaian dan lebih senang menyendiri. Aini segera menyanggah dan berkata bahwa sepertinya itu bukan dirinya, karena ia senang berada bersama teman-temannya.
Saya mengiyakan ucapan Aini. Saya paham ia mungkin khawatir akan dicap 'pendiam', 'pemalu', 'nggak gaul' dan sejenisnya seperti yang biasa dilabelkan pada orang-orang berkepribadian introvert. Namun saya meneruskan bercerita bahwa memiliki kepribadian introvert bukanlah sesuatu yang jelek atau memalukan. Bahkan, saya dan Ayah pun sebenarnya introvert karena kami tidak terlalu senang ada dalam keramaian dan lebih asyik melakukan kesenangan kami sendiri.
Aini lalu berkata bahwa Ayah sepertinya bukan introvert karena suka tampil di depan umum untuk memberikan presentasi dan sebagainya. Saya menjelaskan bahwa itu adalah tugas yang harus dilakukan; sebagai pejabat di kantor Ayah memiliki kewajiban untuk sesekali memimpin rapat, memberi pelatihan dan pengarahan. Namun, selesai menjalankan tugas, Ayah lebih senang pulang ke rumah untuk bersantai dengan kami (saya dan Aini).
Sumber Energi Orang Introvert
Saya melanjutkan bahwa introvert mendapatkan energi (recharge) dari dalam dirinya sendiri sedangkan ekstrovert mendapatkan energi dari luar (bersama-sama orang lain). Seorang introvert mendapatkan tenaga dengan melakukan hal-hal yang ia sukai, seperti halnya saya yang senang menulis atau melakukan crafting dan Ayah yang senang bersantai sambil menonton film.
Dari melakukan hal-hal yang disukainya itu ia akan mendapatkan energi untuk melakukan aktifitas lainnya baik sendiri maupun dengan orang lain. Sedangkan, seorang ekstrovert mendapatkan energi dengan kebersamaan dengan orang lain, dan harus terus berada dalam keadaan tersebut agar bisa bersemangat melakukan aktifitas lain. Ia bukan orang yang bisa duduk diam melakukan sesuatu seorang diri, melainkan harus selalu ada interaksi dengan orang lain.
Saya memberi contoh Ayah. Setiap pergi bertugas, selesai acara di siang hari, Ayah hampir selalu beristirahat di dalam kamar hotel sambil bersantai menonton. Bila Ayah seorang ekstrovert, bisa dipastikan ia akan memilih makan-makan sambil mengobrol dengan teman-temannya hingga malam (karena tidak ada kewajiban ngantor di esok paginya). Tapi tidak, Ayah lebih memilih menonton di kamar atau menelepon kami untuk melepas kepenatan. Sama halnya saya. Biasanya, sehabis berinteraksi dengan ibu-ibu komplek, bertemu dengan orangtua murid atau keluarga besar, tidak ada yang lebih membahagiakan selain ngubek-ubek peralatan craft atau berseluncur di dunia maya.
Aini mendengarkan penjelasan saya dengan penuh perhatian. Sepertinya ia mulai menghubungkan ciri-ciri introvert tersebut dengan dirinya. Saya melanjutkan bercerita alasan mengapa saya mengajak Aini ngobrol tentang kepribadian introvert ini.
Saya ingin Aini mengenal dirinya dengan baik sejak kecil agar ia dapat mengembangkan bakat yang sesuai dengan kepribadiannya dan menjadi orang dewasa yang bahagia. Sebab, bila ia seorang introvert namun bekerja di bidang yang lebih tepat dikerjakan oleh seorang ekstrovert, ia tidak akan menjadi bahagia. Mungkin saja ia bisa melakukan pekerjaannya dengan baik, namun di alam bawah sadarnya ia akan selalu merasa tidak puas, bosan, dan lelah. Lama-kelamaan, tekanan psikis tersebut bisa menjelma menjadi penyakit fisik.
Pendapat Ahli Parenting
Saya baru mengetahui dan memahami hal tersebut setelah mendengarkan video di YouTube oleh praktisi parenting Elly Risman dan psikolog Deddy Susanto. Meski dalam kesempatan berbeda, keduanya membicarakan mengenai hal yang saling berhubungan mengenai bakat dan kepribadian seorang anak.
Dari video Elly Risman 'Mengembangkan Potensi Anak Pasif', saya memahami bahwa banyak anak yang diberi label 'pasif' sesungguhnya memiliki kepribadian introvert. Pelabelan yang tidak tepat tersebut bisa jadi dikarenakan orang tidak mudah untuk menyelami dan memahami kepribadiannya. Padahal, pribadi introvert bukan berarti pasif; tidak punya inisiatif, malas, tidak responsif, tidak punya cita-cita di masa depan dll. Anak yang dinilai pasif (padahal introvert) bisa jadi memiliki bakat sebagai seorang penulis, filsuf, pemikir, dll.
Sementara itu, dari video psikolog Deddy Susanto saya jadi paham bahwa karir yang baik adalah karir yang disukai. Seseorang akan bisa mengembangkan potensi dirinya dengan maksimal bila ia mengerjakan sesuatu yang ia senangi dan punya passion terhadapnya. Kaitannya dengan kepribadian introvert dan ekstrovert adalah sebagainya seseorang mengerjakan pekerjaan sesuai dengan kepribadiannya. Misalnya seorang introvert akan lebih bisa maksimal bila ia bekerja sebagai penulis, pelukis, editor, dan lain-lain yang ia sukai ketimbang menjadi seorang humas yang harus selalu berhubungan dengan orang lain. Pekerjaan yang tidak sesuai dengan kepribadian seseorang akan membuat ia mudah merasa lelah dan bosan, dan lama-kelamaan menggerogoti fisiknya.
Saya tidak ingin salah langkah dalam membantu Aini menapaki masa depannya. Apabila Aini ternyata seorang introvert seperti saya dan Ayah, saya tidak akan memaksa dia menjadi seorang ekstrovert. Karena kepribadian ini adalah amanah dari Allah dan diberikan agar dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bila seseorang bisa menerima dan menjaga amanah tersebut, bisa dipastikan apa pun yang ia kerjakan akan berbuah kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Itu yang saya pahami dan percaya.
Menutup obrolan kami siang itu, saya menemani Aini bercanda di kasur saya sebelum akhirnya ia tidur siang. Kami main kelitik sambil sesekali bercerita tentang ide untuk cerita horor masing-masing, dan akhirnya Aini pindah ke kamarnya sendiri untuk tidur.
0 komentar:
Posting Komentar