24 Apr 2019

Mengajak Aini Berobat ke Dokter Gigi

Ruang Dokter Gigi
Kemarin siang saya mengajak Aini berobat ke dokter gigi yang ada di daerah dekat rumah kami. Ini kali pertama saya dan Aini ke klinik dokter gigi tersebut; saya mendapatkan informasi mengenai dokter gigi tersebut dari Ayah. Menurut Ayah, yang pernah membersihkan karang gigi di sana, dokternya telaten dan sabar.

Tujuan saya membawa Aini ke dokter gigi adalah untuk membersihkan karang giginya. Ini adalah janji yang sudah lama ingin saya tunaikan untuk Aini; terakhir karang gigi Aini dibersihkan dua atau tiga tahun yang lalu. Sudah sangat lama. Saya khawatir sudah banyak karang gigi tumbuh dan mengganggu kesehatan giginya. Alhamdulillah, minggu ini ia libur sekolah jadi saya bisa membawanya ke dokter gigi.

Selain membersihkan karang gigi Aini, saya juga ingin mengobati beberapa permasalahan gigi saya sendiri. Saya akui saya ini produk parenting jadul yang sangat kurang memperhatikan kesehatan gigi. Seingat saya, pertama kali saya ke dokter gigi untuk perawatan gigi adalah ketika saya sudah hampir lulus kuliah. Saat itu, ada gigi geraham saya yang berlubang dan Mama menyuruh saya berobat ke tetangga yang kebetulan membuka prakter dokter gigi di rumahnya. Selebihnya, baru setelah menikah dan memiliki anak saya kembali ke dokter gigi untuk memeriksakan gigi saya. Itu pun awalnya karena Aini punya beberapa permasalahan dengan giginya (polip gigi). Nah, kesempatan yang baik kemarin siang itu tidak saya sia-siakan; selagi Aini libur sekolah dan dokternya pun ada jadwal kosong.

Naik Grab Untuk Berobat Ke Dokter Gigi

Saya dan Aini pergi ke dokter gigi dengan menaiki mobil Grab. Siang itu pula adalah kali pertama saya menggunakan jasa Grab. Biasanya, saya pergi ke suatu tempat menggunakan ojek, angkot, atau taksi. Saya tidak biasa menggunakan ojek online (baik Grab atau Gojek) karena kurang bisa beramah-tamah dengan supirnya. Bila menggunakan angkutan umum lain, saya hanya tinggal duduk diam hingga tempat tujuan. Tapi, karena saat itu Ayah sedang tidak bisa mengantar, jadilah saya dan Aini pergi menggunakan Grab.

Karena baru pertama kali menaiki Grab dan saya memiliki sejumlah uang di akun OVO, saya mendapat diskon harga dan hanya membayar Rp 1,- saja untuk perjalan ke dokter gigi. Saat melihat harga yang ditawarkan di aplikasi (sebelum memesan mobil), saya kaget sekali. Masa sih, hanya membayar satu rupiah saja untuk perjalanan sekitar 2 kilometer lebih tersebut? Tapi ternyata memang benar. Ketika saya tanyakan hal itu ke supir Grab, ia menjelaskan bahwa uang sejumlah tersebut sudah otomatis terpotong dari akun OVO saya. Tadinya saya merasa tidak enak sekali... tapi Bapak Supirnya menjelaskan dengan tanpa beban, jadi saya pun merasa lega. Setelah saya turun, saya beri bintang lima untuk Bapak Supir yang ramah tersebut, dan tips Rp 5.000,- (saya tidak tega hanya membayar Rp 1,- untuk mengangkut saya dan Aini dengan mobil yang nyaman!).

Di Klinik Dokter Gigi

Sesampainya di klinik, kami menunggu di kantin yang ada tepat di sisi klinik. Saya dan Aini makan siang dulu sebelum diperiksa Dokter, karena bila ada lubang gigi yang harus ditambal, minimal 2 jam setelah itu baru kami bisa makan.

Setelah menikmati dua mangkuk bakso malang dan sepiring nasi plus ayam geprek tanpa sambal, kami pun ke klinik. Ternyata dokternya belum datang. Kami menunggu di ruang tunggu sambil mengisi kartu pasien. Aini menunggu sambil membaca novel Maze Runner yang baru dibelinya di Gunung Agung. Sementara itu, saya asyik membuka-buka instagram.

Tidak lama kami menunggu, Dokter pun datang. Ternyata, dokternya masih muda dan ia datang sambil membawa anak perempuannya yang masih berusia sekitar 5 tahunan. Setelah menyapa saya dan Aini, ia masuk ke ruangannya dan menyiapkan peralatan. Sebentar kemudian, Dokter memanggil Saya dan Aini ke ruangannya dan menanyai keluhan kami.

Saya menceritakan pada Dokter bahwa Aini sudah lama tidak dibersihkan karang giginya dan memintanya untuk sekalian memeriksa kalau-kalau ada gigi yang berlubang. Saya juga menceritakan permasalahan gigi saya yang lumayan banyak. Mulai dari crown gigi atas yang telah berusia lama dan kini patah, dinding geraham atas yang patah, dan beberapa lubang yang ada di sisi antara dua gigi. Yah... maklumlah. Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya adalah produk dari parenting jadul yang tidak menganggap penting perawatan dan kesehatan gigi. Perawatan gigi yang saya lakukan di masa setelah menikah sebenarnya sudah terhitung telat... tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.

Membersihkan Karang Gigi Aini

Dokter memutuskan untuk memeriksa gigi Aini terlebih dahulu. Dengan telaten ia mengecek satu-persatu kondisi gigi Aini kemudian membersihkan karang giginya. Proses pembersihan karang gigi Aini berlangsung tidak terlalu lama. Selesai membersihkan karang gigi, Dokter memberitahu saya dan Aini bahwa karang gigi Aini tidak terlalu banyak. Kondisi giginya pun cukup baik untuk anak seusianya. Hanya saja ada beberapa buah lubang kecil yang mulai terbentuk di mahkota gigi geraham yang berlekuk-lekuk.

Saya meminta Dokter untuk melakukan penambalan atau pelapisan (fisur) agar lubangnya tidak bertambah dalam. Dokternya menyanggupi, hanya saja tidak bisa dilakukan saat itu juga karena lubangnya ada beberapa tempat. Jadi, saya harus membuat jadwal lain untuk kembali ke sana. Meski demikian, saya sangat bersyukur mendengar penjelasan Dokter bahwa kondisi gigi Aini lumayan baik. Saya memang bertekad agar Aini tidak sampai mengalami apa yang saya alami ketika kecil, kurang terperhatikan kesehatan giginya. Kapanpun itu, insya Allah saya akan membawa Aini kembali ke klinik untuk penambalan lubang-lubang kecil di giginya.

Gigi-Gigi Bermasalah

Selesai Aini, giliran saya duduk di kursi dokter gigi pun tiba. Dengan hati berdebar-debar saya membuka mulut. Saya sudah pasrah mendengar apapun yang akan Dokter katakan mengenai kondisi gigi saya.

Dengan telaten dan hati-hati, Dokter memeriksa gigi saya satu-persatu lalu menjelaskan permasalahan demi permasalahan di gigi saya. Ternyata, geraham ketiga yang gompal sudah hilang 1/4 mahkotanya. Dokter menjelaskan, bila ruang sarafnya sudah terbuka maka saya harus menjalani perawatan saraf dulu sebelum lubangnya ditutup. Bila tidak, maka ia akan langsung memumifikasi gigi tersebut untuk melindungi gigi yang masih tersisa.

Kemudian, tentang crown gigi yang sudah patah karena usang (lebih dari 6 tahun), Dokter meminta saya untuk meronsennya terlebih dahulu. Tujuannya agar diketahui sejauh mana proses perawatan sebelumnya dan apakah ada infeksi yang membuat saya pusing akhir-akhir ini atau tidak.

Satu masalah lagi adalah lubang yang terletak di posisi 'ajaib', yaitu di antara mahkota gigi taring dan geraham pertama di sebelah kanan bawah. Akibat posisinya yang tersembunyi ini, sisa makanan mudah sekali menyelip dan sulit dibersihkan. Lebih parah lagi, akhir-akhir ini saya mulai merasakan nyeri di gusi dan pusing di kepala belakang bawah karena kedua gigi tersebut.

Meski sedih dengan semua permasalahan yang saya dengar, saya senang telah menyempatkan pergi berobat ke dokter gigi. Bila tidak, bisa saja masalah gigi saya jadi lebih buruk dan berakibat fatal tanpa saya sadari.

Obat Pemati Saraf

Sebelum pulang, Dokter mengatakan bahwa ketiga gigi saya di'otak-atik' tersebut diberi obat pemati saraf. Obat itu akan membuat saraf-saraf yang dekat dengan mahkota atau permukaan gigi jadi tidak responsif. Gunanya agar saya tidak merasakan sakit saat Dokter kembali mengobati gigi saya minggu depan. Dokter juga meresepkan obat antibiotik dan penahan rasa sakit untuk mengatasi sakitnya proses pematian saraf tersebut.

Yang mengagetkan, obat pemati saraf tersebut ternyata bekerja dengan sangat cepat. Baru saja membayar pengobatan, ngilu dan nyut-nyutan di ketiga gigi yang diobati mulai saya rasakan. Rasanya mulut kanan atas dan bawah saya sampai kaku karena rasa sakit yang menjalar. Saya sampai gemetaran menahan sakit sambil berjalan mencari apotik. Tapi, ternyata tidak ada satu pun apotik di sekitar klinik. Akhirnya saya mencari Grab lagi untuk membawa saya dan Aini ke apotik yang ada di perjalanan pulang.

Mau tahu bagaimana rasanya sakit gigi setelah diberi obat pemati saraf? Huuh... sakiiit sekali. Ngilu, perih, nyut-nyutan hingga ke kepala. Itu baru satu gigi; pada kasus saya tiga gigi sekaligus. Kebayang kan sakitnya?

Saya sampai meminum obat asam mefenamat dan kalsium diklofenak bersamaan. Itu pun tidak langsung reda melainkan harus menunggu hingga hampir setengah jam dulu baru terasa efeknya. Menjelang tengah malam, rasa sakitnya kembali datang sampai saya terbangun tiba-tiba dari tidur. Saya pun kembali minum obat penahan rasa sakit. Sempat saya merasa putus asa dan berpikir jangan-jangan rasa sakit itu tidak akan berakhir. Akhirnya, saya bawa tidur saja dan sakitnya pun tidak terlalu terasa.

Rasa Sakit Gigi Mulai Reda

Syukur Alhamdulillah, keesokan harinya rasa sakit pada gigi yang bermasalah sudah mulai reda. Sepertinya obatnya sudah mulai teresap sempurna dan membuat gigi tersebut jadi sedikit 'baal' atau mati rasa. Saya hanya meneruskan meminum antibiotik sesuai dengan yang diresepkan.

Minggu depan, insya Allah saya akan kembali ke Dokter untuk menyerahkan hasil ronsen dan melanjutkan perawatan gigi. Saya sudah meminta Dokter untuk 'mengerjakan' permasalahan-permasalahan di gigi saya secara bertahap. Artinya, diobati dan disembuhkan satu-persatu dan tidak langsung semuanya. Terus terang, saya masih agak trauma bila ingat lagi rasa sakit setelah berobat ke dokter gigi yang pertama. Tapi... bagaimanapun saya harus menjalani proses ini agar gigi saya benar-benar jadi sehat dan kuat.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kenalan

Foto saya
Blog tentang ngobrol, crafting, keluarga, pengembangan diri, masak-masak.

Popular Posts

Semua Tulisan

Featured Post

Rumah Yang Nyaman

Ada alasannya kenapa 'rumah' yang ada di hati disebut 'home' dan bukan 'house'. Karena rumah yang sesungguhnya adala...

Blog Archive

Komunitas


Copyright © Rumah Vani | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com