30 Okt 2019

Belajar Menanam Tanaman Hias

Tanaman Sirih Gading
Beberapa minggu terakhir ini saya dan Ayah sedang belajar menanam tanaman hias. Bersama-sama, kami merapikan teras dan menempatkan beberapa buah pot berisi tanaman baik yang digantung maupun tidak. Usaha kami tidak mudah, mulai dari mencari pot dan perlengkapannya (kawat, gantungan, kaki pot, dll), aneka media tanam (tanah kompos, akar pakis kering, batu kerikil malang, dll), membuat media tanam, hingga menanam tanaman di dalam pot berisi media tersebut.

Sebenarnya, sudah beberapa kali kami mencoba menanam tanaman hias seperti pohon melati dan beberapa buah cemara di dalam pot. Sayangnya karena tidak tahu dan enggan belajar cara memeliharanya, semua tanaman yang kami beli (kecuali melati), mati.

Akhirnya kira-kira setahun yang lalu, kami membeli tanaman baru dari tukang pohon yang berkeliling komplek. Tidak sekedar membeli, kami juga memintanya untuk sekaligus menanamkan tanaman-tanaman itu di pot. Maka jadilah kami memiliki melati, bambu Jepang, aglaonema, dan sebuah pohon bunga kecil tanpa susah-payah menghiasi teras kami.

Saya ingat benar, saat itu ketika tukang pohon sibuk membuat media tanam dan memasukkan tanaman ke dalam pot, saya hanya memperhatikan dengan rasa ingin tahu. Saya sama sekali tidak mengerti bagaimana cara mencampur tanah dan pupuk, memindahkan tanaman dari satu pot ke pot yang lainnya, dan seterusnya. Kondisi saya saat itu sama persis seperti bertahun-tahun sebelumnya di proyek menanam pohon yang pertama.

Saya masih tidak mengerti bagaimana cara terbaik memelihara tanaman-tanaman hias tersebut. Yang saya tahu hanyalah harus rutin menyiramnya minimal sehari sekali di waktu pagi. Namun, saya tidak tahu bahwa tanahnya bisa menjadi liat karena terlalu basah dan karenanya harus digemburkan kembali. Saya juga tidak mengerti bahwa ada kalanya saya perlu mengganti media tanamnya dengan yang baru agar tetap subur, diberi pupuk, dan lain-lain.

Namun meski penuh dengan ketidaktahuan, kali ini kami berhasil memelihara keempat tanaman hias tersebut. Dengan setianya, mereka menghiasi teras kecil kami berbulan-bulan lamanya, melalui panas dan hujan. Lama-kelamaan, hati saya tergelitik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya cara memelihara tanaman hias yang baik. Lalu, apakah sebenarnya saya bisa memeliharanya seorang diri tanpa bantuan tukang pohon keliling yang semakin jarang melalui komplek rumah. Saya berharap, bila kami bisa memelihara tanaman hias dengan baik, kami bisa menambah jumlah tanaman baik di luar dan di dalam rumah untuk mengurangi debu yang semakin hari semakin bertambah.

Saya lalu teringat akan tanaman Peace Lily yang saya beli untuk tugas sekolah Aini baru-baru ini. Tanaman yang saya beli melalui Tokopedia itu teronggok di pojok teras dalam sebuah pot kecil berisi tanah dan sekam yang mengering. Tanaman lily itu satu-satunya yang nekat saya tanam sendiri setelah datang dari penjualnya. Awalnya, tanaman itu datang dalam pot plastik yang sangat kecil, kemudian saya pindahkan ke pot yang lebih besar sambil saya tambahkan pupuk ke dalamnya. Ajaib (bagi saya), tanaman itu tetap bertahan setelah sekian waktu, meski dalam kondisi yang memprihatinkan (batang-batangnya kecil, daun-daunnya kering bahkan ada yang layu, serta tidak satupun bunganya muncul). Melihat kondisi tanaman lily tersebut, dorongan di dalam hati untuk bisa memelihara tanaman hias semakin besar. Maka, periode berikutnya belajar tentang tanaman hias pun dimulai. Saya dan Ayah mengawalinya dengan membeli dua kantong pupuk berisi tanah humus dan campuran lainnya, dan sekam mentah dari tukang tanaman hias di pinggir jalan Juanda.

Lalu, pagi hari ketika Ayah di kantor, saya seorang diri 'nekat' membongkar pot tanaman bambu, aglaonema, dan lily. Sepanjang duduk di jongkok plastik sambil mengeluarkan tanah dari dalam pot, saya terus berdoa. Hati saya deg-degan. Seumur hidup dari kecil hingga sekarang, tidak pernah sekalipun saya berkutat dengan tanaman. Membongkar tanah, mengeluarkan akar tanaman, membuat media tanam dengan pupuk dan sekam, sama sekali tidak ada dalam rekaman memori saya. Intinya saat itu saya hanya bermodal nekat dan doa, serta keinginan yang sangat besar agar bisa memelihara tanaman-tanaman hias di teras saya.

Ternyata, proses membongkar pot dengan susah-payah itu adalah tahap kedua saya belajar menanam tanaman hias. Saya jadi tahu mengapa saya kesulitan mengosongkan pot dan mengeluarkan akar, yaitu karena tanah di dalamnya sangat liat dan basah. Padahal, tanah yang terlalu liat menyebabkan oksigen kurang bisa masuk ke dalam tanah untuk diserap oleh akar tanaman sebagai bahan bakar selain air. Tambahan lagi, kurangnya oksigen di dalam tanah akan membuat organisme kecil di dalam tanah seperti cacing tidak bisa hidup dengan baik dan membantu menyehatkan tanah.

Selesai mengeluarkan tanah yang liat dari dalam pot, saya lalu mengaduk-aduknya dan menambahkan pupuk serta sekam mentah ke dalamnya. Tujuannya agar tanah kembali menjadi gembur dan baik digunakan sebagai media tanam. Baru setelah campuran itu jadi, tanaman-tanaman yang tadi saya keluarkan saya tanam kembali di potnya masing-masing.

Ketiga tanaman yang telah saya bongkar lagi-lagi (ajaibnya) berhasil bertahan hidup. Tidak satupun dari tanaman itu yang mati, meskipun juga belum tumbuh sempurna. Tanaman bambu dan lily adalah yang paling berhasil bertahan dari proses belajar saya yang pertama. Sedangkan, tanaman Aglaonema yang saya bongkar dan tanam lagi batangnya tetap bertambah meski daunnya tidak bertambah.

Melihat hal itu, rasa percaya diri saya semakin bertambah. Entah mengapa, saya merasa yakin bahwa ada 'sesuatu' yang Allah titipkan pada saya terhadap tanaman-tanaman tersebut. Ada sedikit rasa yakin bahwa bila saya mau berusaha dan bersungguh-sungguh memelihara tanaman hias, insya Allah saya akan bisa melakukannya.

Sekali lagi, saya tidak pernah berkutat dengan tanaman seumur hidup saya sejak kecil hingga dewasa. Saya pun tidak punya pengetahuan khusus sama sekali tentang tanaman. Yang saya tahu adalah, sejak kecil saya sudah menyukai alam. Pemandangan bukit, taman, bunga, pohon, rumput liar, adalah hal-hal yang sangat saya sukai.

Maka, sambil mengucap Bismillah, saya mengajak Ayah untuk sekali lagi melengkapi peralatan bertaman. Kami membeli tambahan pupuk, media tanam, pot, sekop tanah, dan tanaman hias dari beberapa tempat di Depok. Kali ini, perjalanan 'berburu' kami sudah lebih canggih dengan informasi yang lebih lengkap dari beberapa video dan website tutorial. Kami tidak hanya membeli pupuk, namun juga akar pakis, pasir malang, dan sekam bakar. Potnya pun tidak hanya yang dijejerkan di bawah, namun juga pot gantung dan kaki pot dari besi.

Proses belajar menanam tanaman hias terus berjalan seiring waktu, seiring dengan semakin banyaknya ilmu dan pengalaman yang kami ketahui tentang menanam. Secara pribadi, saya sangat bersyukur Allah menunjukkan bakat naturalis saya yang selama ini terpendam. Tanpa petunjuk-Nya, saya tidak akan pernah menyadari bahwa saya memiliki bakat tersebut. Meski benar, saya tidak (belum) jago, tapi insya Allah saya percaya akan bisa dengan seijin-Nya. Aamiin.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kenalan

Foto saya
Blog tentang ngobrol, crafting, keluarga, pengembangan diri, masak-masak.

Popular Posts

Semua Tulisan

Featured Post

Rumah Yang Nyaman

Ada alasannya kenapa 'rumah' yang ada di hati disebut 'home' dan bukan 'house'. Karena rumah yang sesungguhnya adala...

Blog Archive

Komunitas


Copyright © Rumah Vani | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com