24 Mar 2021

Apa Arti Menjadi Seorang ENFP

ENFP
Seperti apa menjadi seorang ENFP?

Secara singkat, makna dari Extroverted iNtuitive adalah exploring (mengeksplorasi). Secara detil, artinya bagaimana seseorang mendapatkan informasi/ pemahaman/ pengalaman yang berasal dari luar dirinya (extrovert) untuk diolah menjadi pemikiran/ konsep/ ide baru yang bersifat abstrak (intuitive).

Karena proses penerimaan informasi yang berasal dari luar (extrovert), seorang Extroverted iNtuitive akan menikmati momen-momen seperti : memperhatikan keadaan dan orang-orang di sekitarnya, mempelajari hal-hal yang baru lewat bacaan/ tontonan/ audio, mencoba tempat atau budaya barru, mencari tahu dengan cara bertanya, dll. Kemudian, ia akan menggunakan informasi yang ia milki secara intuitive dalam bentuk hal dan ide yang creative (kreatif), innovative (berinovasi), serta idealist (memiliki cita-cita/ harapan yang tinggi dan ideal).

Bagi seorang ENFP, hal-hal yang saya sebut di atas dilakukan secara wajar tanpa dibuat-buat. Seorang ENFP memilki rasa ingin tahu yang tinggi dan secara alamiah ia akan terdorong untuk memenuhi rasa ingin tahunya tersebut. Namun, hal itu ia lakukan bukan untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan secara harfiah, melainkan sebagai bekal untuk menciptakan ide baru di kemudian hari. Dengan kata lain, seorang ENFP dengan fungsi Extovert Intuititve yang dominan memiliki ciri observant (awas), curious (penuh rasa ingin tahu), serta open-minded (berpikiran terbuka).

Pengalaman Saya Sebagai Extrovert Intuitive

Berkaca dari pengalaman saya sendiri, sejak kecil saya sangat senang 'belajar'. Saya senang membaca buku. Kebetulan sekali, saat saya kecil orangtua saya rajin mengoleksi buku-buku pengetahuan umum mencakup pengetahuan sehari-hari, tentang bangsa-bangsa di dunia, pengetahuan alam, dll. Semua buku itu saya baca satu-persatu, saya perhatikan gambarnya dengan detil, dan saya pahami bahasanya yang belum tentu mudah bagi anak usia sekolah. Tidak hanya buku koleksi pengetahuan umum, saya pun senang membaca buku pelajaran bahasa Inggris milik ayah saya, kliping koleksi resep, novel berbahasa Inggris dan Indonesia, sampai buku-buku agama.

Memang, sih, saat itu di awal tahun '90-an tidak banyak sumber informasi yang bisa saya dapatkan selain melalui buku dan koran (oh ya, saya juga rajin membaca koran setiap pagi sebelum siapapun membacanya di rumah). Siaran TV saat itu masih sangat terbatas, hanya ada stasiun TVRI yang menayangkan berita (saya rajin menonton berita juga) dan beberapa program hiburan. Belum ada internet, telepon genggam, atau teknologi informasi canggih lainnya. Akhirnya, saya hanya bisa menghibur diri dengan bahan bacaan yang ada di rumah. Bila tidak, saya sering bermain di sekitar rumah, jalan-jalan menyusuri komplek, atau mengunjungi rumah teman (juga dengan tujuan 'belajar').

Kegiatan saya belajar saat kecil tidak dibatasi dengan buku-buku pelajaran dari sekolah yang jumlah dan tebalnya sangat terbatas. Saya belajar dari buku-buku lain di rumah, suasana pinggir kali dan semak-semak di sepanjang jalan dari sekolah ke rumah, dari suasana malam hari yang menyajikan bintang-bintang, bulan, awan, kunang-kunang, serta dari keseharian kehidupan teman-teman saya di rumahnya, dan keluarga saya sendiri. Saya juga menikmati film-film fantasi anak yang ditayangkan di televisi setiap hari minggu siang dan menjadikan ide cerita, latar, serta akting pemainnya sebagai bahan informasi bagi saya.

Dari semua bahan informasi yang saya dapatkan tersebut, saya lalu menciptakan sebuah dunia imajinasi saya sendiri. Saya berkhayal akan sebuah tempat yang ideal, indah, menyenangkan untuk ditempati, beserta penghuninya yang juga merupakan rekaan saya sendiri. Sebuah dunia di mana saya bisa tinggal di dalamnya, mendapatkan apa yang saya mau, melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebetulan juga, saat itu saya hidup dalam lingkungan keluarga yang kurang ideal karena kedua orangtua saya sibuk bekerja dan kurang memberi perhatian lebih pada anak-anaknya. Maka dunia imajinasi yang saya buat, berbekal dari pengetahuan yang saya miliki, menjadi pelarian bagi kebosanan saya.

Saat itu usia saya masih di bangku sekolah dasar dan menengah, sehingga idealisme yang saya kembangkan dari intuisi saya masih sangat sederhana. Namun, seiring bertambah usia dan pengalaman, idealisme dan keyakinan saya pun semakin berkembang. Dari yang awalnya hanya konsep tentang bagaimana menjadi seorang kakak yang baik bagi ketiga orang adik, hingga saya memutuskan untuk keluar dari kantor untuk membesarkan anak saya di rumah.

Beberapa orang ENFP yang membagi pengalamannya di internet mengatakan bahwa, mereka juga, memiliki imajinasi yang sangat kaya ketika kecil. Mereka membuat istana dan rumah-rumahan dari kain dan kayu, kemudian berperan seakan-akan menjadi raja/ ratu di istana mereka sendiri. Mereka pun senang mengeksplorasi alam di sekitar tempat mereka tinggal; semak belukar, kali, bukit, rumah-rumah lama, semua menjadi tempat mereka menjejakkan kaki. Bila ditanya, apa yang sesungguhnya dicari oleh seorang anak ENFP di sana? Maka jawabannya adalah pengetahuan, informasi, pemahaman. Tidak sekedar ingin merasakan ketegangan saat menjelajah, anak-anak dengan kepribadian ENFP mengabsorpsi segala hal yang mereka temui sebagai tambahan kekayaan ilmu. Kelak ketika dewasa, hal-hal tersebut menjadi sumber kebijaksanaan yang lahir dari ide dan konsep mereka tentang hidup.

Apakah Anda juga senang bereksplorasi ketika kecil? Bila ya, mungkin Anda pun termasuk salah satu yang memiliki kepribadian ENFP.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kenalan

Foto saya
Blog tentang ngobrol, crafting, keluarga, pengembangan diri, masak-masak.

Popular Posts

Semua Tulisan

Featured Post

Rumah Yang Nyaman

Ada alasannya kenapa 'rumah' yang ada di hati disebut 'home' dan bukan 'house'. Karena rumah yang sesungguhnya adala...

Blog Archive

Copyright © Rumah Vani | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com